14 Poin Substansi Revisi KUHAP yang Segera Dibawa ke Paripurna

Terdapat 14 substansi utama dalam RUU KUHAP yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR.

14 November 2025 | 16.23 WIB

Kepsen: Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menghelat sesi doorstep usai DPR dan pemerintah menyepakati RUU KUHAP dalam pembicaraan tingkat I di Kompleks DPR, Jakarta, 13 November 2025. Tempo/Andi Adam

Kepsen: Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menghelat sesi doorstep usai DPR dan pemerintah menyepakati RUU KUHAP dalam pembicaraan tingkat I di Kompleks DPR, Jakarta, 13 November 2025. Tempo/Andi Adam

KETUA Komisi III DPR Habiburokhman mengungkap 14 substansi dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bakal disahkan dalam waktu dekat. Politikus Partai Gerindra ini mengatakan urgensi revisi KUHAP menyangkut beberapa hal.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Salah satunya, ujar Habiburokhman, bahwa sistem peradilan saat ini menghadapi tuntutan akan transparansi akuntabilitas serta perlindungan hak-hak tersangka, korban, saksi, penyandang disabilitas, perempuan dan anak.

Lalu, teknologi informasi dan komunikasi turut mempengaruhi cara penegakan hukum. “Oleh karena itu, setiap pasal dalam RUU ini tentu harus merespon kebutuhan tersebut dengan bijaksana dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia,” ucap Habiburokhman di Gedung DPR, Senayan, pada Kamis, 13 November 2025. 

RUU KUHAP, kata dia, harus memastikan bahwa setiap individu yang terlibat dalam proses hukum baik sebagai tersangka maupun korban tetap mendapatkan perlakukan yang adil dan setara.

Habiburokhman menyebut terdapat 14 substansi utama dalam RUU KUHAP yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR yakni: 

  1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional.
  2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai-nilai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, dan restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
  3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional dalam sistem peradilan pidana, yaitu pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin kemasyarakatan.
  4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, serta penguatan koordinasi antarlembaga untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana.
  5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak atas bantuan hukum, pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil, dan tidak memihak, serta perlindungan terhadap ancaman, intimidasi, atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum.
  6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana, mencakup kewajiban pendampingan dan pemberian bantuan hukum cuma-cuma oleh negara.
  7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan, yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.
  8. Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lanjut usia, disertai kewajiban aparat untuk melakukan asesmen dan menyediakan sarana dan prasarana pemeriksaan yang ramah.
  9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam setiap tahap pemeriksaan.
  10. Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa untuk menjamin penerapan prinsip perlindungan HAM dan due process of law, termasuk pembatasan waktu syarat penetapan dan mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan dan atas tindakan aparat penegak hukum.
  11. Pengenalan mekanisme hukum baru dalam hukum acara pidana, antara lain pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi.
  12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi.
  13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak hukum korban dan pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum.
  14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan proses peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

Ervana Trikarinaputri

Lulusan program studi Sastra Inggris Universitas Padjadjaran. Bergabung dengan Tempo sejak pertengahan 2024. Kini menulis isu politik di desk nasional.

Mau Gacor Malah Bocor

PODCAST REKOMENDASI TEMPO

  • Related Posts

    Indonesia Dapat Suntikan Dana Rp 80 M untuk Tangani Metana-Polusi Udara

    Belem – Indonesia diminta untuk membangun desain pengendalian gas metana dan polusi udara. Indonesia pun diberi suntikan dana sebesar Rp 80 miliar. Permintaan tersebut disampaikan Direktur Sekretaris Climate and Clean…

    Cerita Guru soal Bau Tak Sedap di MBG Sebelum 50 Siswa Bogor Keracunan

    Bogor – Puluhan siswa diduga keracunan usai mengkomsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Bogor Selatan, Kota Bogor. Salah satu guru mengungkap ada bau tak sedap di menu MBG yang…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *