GURU Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Zubairi Djoerban meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tidak hanya fokus memperkuat riset internal. Dia menilai lembaga di bawah kepemimpinan Arif Satria itu juga berperan aktif mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggunakan hasil riset sebagai dasar penyusunan kebijakan publik.
“Dalam proses pembuatan undang-undang harus ada naskah akademik yang menjadi landasan pemikiran. Hasil penelitian yang teruji secara metodologis adalah sumber yang valid bagi naskah akademis yang kuat,” kata Zubairi dalam pernyataan tertulis yang diterima pada Kamis, 13 November 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut dia, BRIN perlu mengambil peran advokasi terhadap DPR dan DPRD agar kebijakan yang dirumuskan benar-benar berbasis data dan hasil kajian ilmiah. Menurut Zubairi, selama ini banyak hasil penelitian berkualitas yang berhenti di jurnal publikasi tanpa diadopsi pemerintah maupun pembuat undang-undang.
Sebagai contoh, ia menyinggung hasil riset pada 2014–2018 tentang intervensi psikososial bagi pengguna narkotika suntik yang hidup dengan HIV/AIDS. Studi tersebut, kata dia, yang dimuat di jurnal The Lancet terbukti menekan angka kematian. “Namun, rekomendasinya belum dijalankan oleh pemerintah melalui kementerian terkait,” ujarnya.
Zubairi mengatakan, kondisi itu menunjukkan pentingnya koordinasi lintas sektor agar hasil riset bisa benar-benar menjadi dasar kebijakan nasional. Ia mengapresiasi rencana Kepala BRIN Arif Satria yang menjadikan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, serta Danantara sebagai mitra strategis BRIN. Namun, menurut dia, langkah itu perlu diperluas. “Pelibatan lembaga legislatif sama pentingnya, karena DPR adalah pembuat undang-undang,” kata Zubairi.
Zubairi juga mendorong BRIN agar aktif mewarnai ruang publik dengan data dan hasil penelitian, bukan hanya di kalangan akademisi. Ia menilai BRIN perlu melawan maraknya pseudo-sains dan disinformasi di masyarakat. Zubairi berharap BRIN mampu meniru lembaga riset di negara-negara maju seperti Swiss, Amerika Serikat, dan Jerman, yang menjadikan sains sebagai pijakan kebijakan publik.






