KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Anis menyatakan keberatan atas penetapan mantan presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional yang diberikan Prabowo Subianto. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan penetapan itu menciderai rasa keadilan bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Dalam catatan Komnas HAM, terjadi sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat di masa pemerintahan Soeharto pada 1996-1998. Di antaranya ialah peristiwa 1965, peristiwa penembakan misterius, peristiwa Talangsari, peristiwa Tanjung Priok, penerapan daerah operasi militer di Aceh, hingga peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Pelbagai peristiwa itu telah diselidiki oleh Komnas HAM. Lembaga independen yang mengurusi ihwal hak asasi manusia ini menyimpulkan telah terjadi pelanggaran berat HAM di peristiwa-peristiwa tersebut.
Anis menyoroti kasus kerusuhan Mei 1998. Peristiwa ini telah disimpulkan sebagai pelanggaran berat HAM lantaran terdapat tindakan pembunuhan, penyiksaan, perkosaan, serta persikusi.
“Jadi (penetapan Soeharto sebagai pahlawan) mengingkari fakta-fakta itu,” katanya di kantor Komnas HAM, Jakarta pada Rabu, 12 November 2025.
Apalagi, ujar dia, sampai hari ini para korban belum sepenuhnya mendapat keadilan atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM tersebut. Anis mengatakan proses hukum terhadap pelanggaran HAM itu belum banyak berjalan. “Keluarga korban sampai hari ini masih mencari keadilan,” ucap Anis.
Adapun Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 10 November 2025. Keputusan memberikan gelar pahlawan nasional itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Selain Soeharto, ada sembilan tokoh lain yang juga dianugerahi gelar pahlawan nasional. Di antaranya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sarwo Edhie Wibowo, Marsinah, Mochtar Kusumaatmadja, Rahmah El Yunusiyyah, Muhammad Kholil, Muhammad Salahuddin, Tuan Rondahaim Saragih, dan Zainal Abidin Syah.
Penganugerahan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto terjadi di tengah derasnya kritik dan penolakan publik. Para aktivis hingga akademisi telah menolak wacana itu sejak nama Soeharto baru berupa usul di Kementerian Sosial serta Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.






