Akademisi Unsoed: Mitigasi bencana perlu berbasis riset terkini

Akademisi Unsoed: Mitigasi bencana perlu berbasis riset terkini

  • Rabu, 24 September 2025 12:03 WIB
  • waktu baca 3 menit
Akademisi Unsoed: Mitigasi bencana perlu berbasis riset terkini
Dosen Jurusan Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Maulana Rizki Aditama PhD. ANTARA/Dokumentasi Pribadi

Purwokerto (ANTARA) – Dosen Jurusan Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Maulana Rizki Aditama menekankan pentingnya upaya mitigasi bencana geologi yang tidak hanya berbasis sosialisasi dan literasi, tetapi juga didasarkan pada kajian ilmiah dan riset terbaru.

“Gempa bumi itu sebenarnya bisa terjadi kapan saja. Nah menurut saya, tantangan terbesar kita untuk meningkatkan kewaspadaan pada masyarakat saat ini ada dua, yakni pemahaman risiko bencana di masyarakat secara umum yang masih rendah dan akses informasi yang belum merata,” katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan ada tiga upaya konkret yang bisa diimplementasikan secara komprehensif untuk mengatasi dua tantangan tersebut, yakni pertama, edukasi dan literasi bencana yang masif serta berkelanjutan.

Menurut dia, Indonesia perlu belajar dari negara maju seperti Jepang yang rutin menggelar simulasi evakuasi dan penanggulangan bencana, khususnya gempa bumi, di sekolah-sekolah minimal dua kali dalam setahun.

“Simulasi evakuasi di sekolah perlu digalakkan secara menyeluruh, tidak hanya di beberapa tempat. Ini harus menjadi bagian dari kurikulum,” katanya menegaskan.

Selanjutnya upaya kedua, kata dia, percepatan pemanfaatan teknologi peringatan dini dari Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seperti Warning Receiver System (WRS) untuk informasi gempa bumi dan InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) atau sistem peringatan dini tsunami karena merupakan alat penting yang perlu lebih dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

Sementara yang ketiga, kata dia, penguatan keterlibatan komunitas dengan mengintegrasikan peran pemerintah daerah, relawan lokal, dan akademisi dari pusat studi seperti universitas.

“Kolaborasi ini akan mempercepat respons dan penanganan saat terjadi bencana,” katanya.

Baca juga: BNPB imbau pemda pertebal mitigasi hadapi bencana saat peralihan musim

Terkait dengan potensi tsunami di pesisir selatan Pulau Jawa seperti Kabupaten Cilacap, dia mengatakan pemerintah daerah setempat harus menegakkan aturan yang berkaitan dengan zonasi serta memasukkan peta risiko bencana ke dalam tata ruang wilayah.

Selain itu, kata dia, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat perlu menggandeng berbagai pihak termasuk perguruan tinggi untuk menggelar sosialisasi bencana tsunami secara rutin, setidaknya dua kali dalam setahun karena masyarakat cenderung mudah lupa terhadap potensi bencana yang ada.

Menurut dia, hal itu juga perlu dilakukan oleh pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui oleh sesar aktif seperti Sesar Ajibarang di Kabupaten Banyumas.

“Kawasan dalam radius tertentu, misalnya 30-50 kilometer dari jalur sesar aktif, perlu menjadi perhatian khusus dalam penataan ruangnya karena akan lebih sensitif terhadap guncangan,” katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan mitigasi tidak hanya berbasis sosialisasi, tetapi juga harus disisipkan hasil penelitian ilmiah terbaru.

“Saat ini, kami bersama tim peneliti sedang melakukan penelitian terkait dengan sesar aktif di sejumlah daerah,” kata Maulana.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (23/9), sebanyak 150 juta penduduk Indonesia tinggal di kawasan rawan gempa bumi dan berdasarkan catatan sejak tahun 2000, dari jumlah sebaran itu sekitar 250 ribu jiwa meninggal akibat gempa bumi.

Kondisi tektonik Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia menjadikan negeri ini sangat rawan bencana geologi. Selain itu, Indonesia juga memiliki jalur subduksi sepanjang 7.000 kilometer dan lebih dari 3.000 kilometer jalur sesar aktif, yang menjadi sumber utama gempa bumi.

Baca juga: Geolog Unpatti: Pendidikan mitigasi bangun budaya tanggap bencana

Badan Geologi juga mencatat selain ancaman gempa, Indonesia juga rawan tsunami mengingat panjang garis pantai mencapai 99.093 kilometer, terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.

Data Badan Geologi menunjukkan 5 juta jiwa tinggal di wilayah rawan tsunami, sementara dalam lima tahun terakhir tercatat 1.300 kejadian gerakan tanah dengan kerugian pertanian 400 hektare per tahun, termasuk di Pulau Jawa.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Kejar target MBG Pemkot Serang bentuk satuan tugas khusus

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Kejar target MBG Pemkot Serang bentuk satuan tugas khusus Rabu, 24 September 2025 16:06 WIB waktu baca 2…

    KPK siap kolaborasi dengan Kemenkeu untuk kejar tunggakan Rp60 triliun

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi KPK siap kolaborasi dengan Kemenkeu untuk kejar tunggakan Rp60 triliun Rabu, 24 September 2025 16:05 WIB waktu baca…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *