
Telaah
ANTARA: Menjaga idealisme di tengah tuntutan pasar
- Oleh Adrian Tuswandi *)
- Senin, 22 September 2025 09:05 WIB
- waktu baca 5 menit

Jakarta (ANTARA) – Tidak banyak negara di dunia yang memiliki kantor berita resmi. Indonesia termasuk salah satu yang memilikinya lewat Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, yang sejak 1962 ditetapkan sebagai kantor berita negara melalui Peraturan Pemerintah Nomor 40/1962.
Jauh sebelum itu, ANTARA lahir pada 1937 di Batavia melalui inisiatif empat tokoh pers bangsa: Soemanang, Albert Manoempak Sipahoetar, Adam Malik, dan Pandoe Kartawigoena.
Sejak awal, ANTARA hadir bukan sekadar sebagai medium informasi, tetapi sebagai alat perjuangan bangsa. Catatan sejarah paling penting adalah ketika ANTARA menjadi corong penyebar kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia pada 1945.
Arsip berita dan foto peristiwa bersejarah itu masih tersimpan rapi hingga kini sebagai bukti bahwa ANTARA lahir dari idealisme perjuangan.
Namun perjalanan panjang ANTARA tidak pernah mudah. Sebagai kantor berita negara, ANTARA selalu berada di persimpangan: bagaimana menjadi jurnalis idealis yang mengedepankan kebenaran, sekaligus menjadi corong resmi negara yang tidak bisa lepas dari kepentingan pemerintah.
Di era banjir informasi seperti sekarang, tantangan itu semakin tajam: publik menuntut independensi, sementara pasar menuntut kecepatan, variasi konten, dan relevansi.
Idealisme jurnalistik
Bagi lebih dari 500 jurnalis ANTARA yang tersebar di seluruh nusantara, idealisme jurnalistik bukan sekadar slogan. Prinsip dasar bahwa berita harus berpijak pada fakta, data, dan klarifikasi tetap menjadi pegangan utama.
ANTARA menyajikan berita dengan standar baku: ada peristiwa, ada sumber, ada keseimbangan, ada verifikasi.
Namun, di era digital, standar itu kerap dipertanyakan. Publik lebih akrab dengan arus informasi media sosial yang serba cepat, seringkali tanpa verifikasi.
Di titik inilah peran jurnalis ANTARA diuji: bagaimana memastikan kecepatan tidak mengorbankan akurasi. Idealisme yang diwariskan sejak masa perjuangan tetap dijaga, tetapi disajikan dalam format yang relevan dengan selera pembaca masa kini.
Tuntutan pasar
Pasar media saat ini tidak lagi sekadar surat kabar atau televisi. Publik mengonsumsi berita melalui telepon pintar, media sosial, hingga kanal video streaming.
ANTARA sadar bahwa jika hanya bertahan pada model lama, ia akan ditinggalkan. Maka penetrasi digital dilakukan dengan serius: akun-akun media sosial ANTARA kini telah diikuti lebih dari 5 juta orang, dengan konten berita, foto, hingga video yang dikemas menarik.
Namun, di sinilah tarik-menarik terjadi. Pasar menuntut konten cepat, ringan, bahkan sering kali sensasional. Sementara jurnalisme idealis menolak sensasionalisme.
Jalan tengahnya adalah bagaimana ANTARA meramu berita agar tetap faktual dan akurat, tetapi dikemas dengan gaya narasi, visual, dan kecepatan yang bisa bersaing dengan media arus utama maupun “media warga” di platform digital.
Menjadi inspirasi
Salah satu keunggulan ANTARA adalah otoritas sumber. Berita ANTARA sering dijadikan rujukan oleh media lain karena memenuhi standar jurnalistik yang tinggi. Inilah nilai tambah yang tidak dimiliki banyak media daring baru. Idealisme jurnalistik inilah yang membuat ANTARA bisa bertahan dan bahkan menjadi penentu agenda pemberitaan nasional.
Namun, agar tetap relevan, ANTARA tidak bisa hanya mengandalkan otoritas. Pasar menginginkan inovasi.
Karena itu, ANTARA mendorong jurnalisnya untuk menguasai multimedia: menulis berita, mengambil foto, merekam video, bahkan mengelola kanal YouTube Antaranews. Kombinasi idealisme dan kebutuhan pasar ini menjadikannya berbeda, menjaga substansi namun fleksibel dalam bentuk.
Tidak bisa dipungkiri, ANTARA memiliki ideologi pers yang unik: pers pejuang sekaligus pers negara. Ini sering disalahpahami sebagai “corong pemerintah”. Padahal, dalam praktiknya, ANTARA tetap menjalankan fungsi check and balance dengan menampilkan berita dari sumber yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Meski begitu, tuntutan pasar membuat ANTARA harus kreatif. Media lain mungkin mengedepankan clickbait untuk mengejar iklan, tapi ANTARA berpegang bahwa keberlanjutan tidak semata-mata bergantung pada komersialisasi. Yang diperjualbelikan bukanlah sensasi, melainkan kepercayaan. Inilah modal sosial ANTARA yang membuatnya tetap relevan di tengah persaingan media digital.
Era kecerdasan buatan
Tantangan lain yang kini dihadapi jurnalis ANTARA adalah masuknya kecerdasan buatan (AI) dalam proses produksi berita. AI bisa mempercepat kerja redaksi, tetapi tidak bisa menggantikan intuisi jurnalistik. ANTARA berusaha menjadikan AI sebagai alat bantu, bukan pengganti, sehingga idealisme tetap berada di tangan manusia.
Di sini keseimbangan kembali diuji: publik ingin cepat, AI bisa membantu itu; tetapi jurnalis harus memastikan nilai berita, konteks, dan akurasi tetap terjaga.
Ini membuktikan bahwa ANTARA tidak hanya menyesuaikan diri dengan pasar, tetapi juga berusaha menjadi pelopor dalam pemanfaatan teknologi tanpa kehilangan ruh jurnalistiknya.
Perjalanan panjang ANTARA membuktikan satu hal, bahwa idealisme jurnalistik tidak bisa dinegosiasikan, tetapi harus dikelola agar relevan dengan kebutuhan pasar. Publik berhak atas informasi yang akurat, sekaligus berdaya saing di tengah banjir informasi.
Menjadi jurnalis ANTARA berarti siap berjalan di atas tali tipis: menjaga profesionalisme jurnalistik di satu sisi, dan memenuhi tuntutan pasar media modern di sisi lain. Tugas ini tidak mudah, tetapi justru di situlah letak keistimewaannya.
Jika media lain bisa bebas mengejar klik dan trafik, ANTARA harus tetap berpegang pada mandatnya sebagai kantor berita negara. Justru mandat itulah yang menjadi benteng agar idealisme tidak larut dalam arus pasar.
Di tengah gempuran media sosial, algoritma, dan tren berita instan, ANTARA terus membuktikan diri sebagai lembaga pers yang teguh pada idealisme, sekaligus adaptif terhadap tuntutan pasar.
Keseimbangan ini mungkin tidak sempurna, tetapi menjadi bukti bahwa ANTARA tidak hanya sekadar kantor berita, melainkan penjaga akurasi, kredibilitas, dan kepercayaan publik.
Selamat bekerja para insan ANTARA di seluruh negeri. Jaga terus idealisme, hadapi pasar dengan cerdas, dan tunjukkan bahwa jurnalisme yang berakar pada kebenaran tetap bisa hidup dan relevan di era digital.
*) Adrian Tuswandi, Dewas Perum LKBN ANTARA
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Komentar
Berita Terkait
Kriminal kemarin, Ferry Irwandi dilaporkan hingga temuan mayat
- 10 September 2025
Rekomendasi lain
Puasa Senin Kamis untuk meminta sesuatu
- 21 Juli 2024
Rincian tarif Tol Cisumdawu
- 15 Agustus 2024
Makna surat Al-Kahfi dan keutamaan membacanya
- 7 Agustus 2024
Segini besaran dana untuk siswa penerima PIP Desember 2024
- 4 Desember 2024