
Telaah
Inovasi regulasi, kebijakan fiskal dalam pembiayaan Kopdes Merah Putih
- Oleh Lucky Akbar *)
- Rabu, 30 Juli 2025 15:28 WIB
- waktu baca 8 menit

Koperasi dituntut berpikir dan bertindak layaknya pelaku usaha yang profesional dan terukur, bukan sekadar menerima dana hibah
Jakarta (ANTARA) – Di tengah dinamika ketimpangan ekonomi antara desa dan kota, penguatan kapasitas ekonomi masyarakat desa menjadi mandat penting yang tak bisa ditunda. Desa menyimpan potensi besar dalam pertanian, perikanan, UMKM, hingga sektor wisata.
Namun, satu kendala klasik yang terus membelenggu adalah akses terhadap pembiayaan yang murah, mudah, dan berkelanjutan.
Selama bertahun-tahun, koperasi di desa hanya menjadi pelengkap sistem ekonomi nasional, bukan aktor utama. Padahal, koperasi sejatinya adalah instrumen demokratis yang paling relevan untuk membangun ekonomi kerakyatan. Sayangnya, keterbatasan modal, lemahnya akses kredit, dan minimnya peran fiskal menjadikan koperasi desa sering stagnan atau bahkan mati suri.
Menjawab tantangan ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan meluncurkan regulasi inovatif: Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Pemerintah kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Inovasi regulasi dan kebijakan fiskal yang tertuang dalam PMK tersebut menjadi titik balik dalam kebijakan fiskal berbasis lokal. Regulasi tersebut bukan sekadar instrumen pembiayaan, tetapi juga simbol dari kehadiran negara dalam memberdayakan ekonomi rakyat dan mendorong pertumbuhan ekonomi desa secara berkesinambungan.
Skema inovatif dalam PMK 49/2025
Dalam rangka memperkuat kapasitas pembiayaan koperasi di tingkat desa dan kelurahan, pemerintah melalui PMK Nomor 49 Tahun 2025 merancang skema pinjaman jangka menengah yang fleksibel namun tetap menjaga prinsip kehati-hatian fiskal.
Salah satu ciri khas dari skema ini adalah tenor pinjaman yang cukup panjang, yakni hingga enam tahun atau 72 bulan. Tenor ini disertai dengan masa tenggang (grace period) pembayaran pokok selama enam hingga delapan bulan. Artinya, koperasi tidak langsung dibebani cicilan pokok di awal, sehingga mereka memiliki waktu cukup untuk memulai atau mengembangkan usaha sebelum mulai membayar kewajiban secara bertahap.
Yang menarik, sumber dana dalam skema ini tidak berasal dari APBN aktif maupun Dana Pihak Ketiga (DPK) milik perbankan, melainkan berasal dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) milik pemerintah yang selama ini ditempatkan di Bank Indonesia.
Dengan kata lain, negara memanfaatkan dana yang sebelumnya menganggur untuk tujuan produktif tanpa menciptakan tekanan terhadap APBN tahun berjalan maupun likuiditas sistem perbankan nasional.
Langkah ini menunjukkan keberanian fiskal untuk tidak sekadar mengalokasikan anggaran secara birokratis, tetapi benar-benar menggerakkan dana publik menjadi modal pembangunan di akar ekonomi.
Untuk memastikan proses penyaluran tetap kredibel dan profesional, pemerintah melibatkan bank-bank milik negara yang tergabung dalam Himbara, yakni BRI, BNI, Mandiri, dan BSI yang ditunjuk sebagai penyalur resmi.
Baca juga: Pemerintah gunakan sisa anggaran lebih untuk modal Kopdes Merah Putih
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
Komentar
Berita Terkait
KDMP serap hingga 1,4 juta lapangan kerja baru
- Kemarin 20:29
Rekomendasi lain
Cara cek kepesertaan BPJS Kesehatan menggunakan NIK
- 24 Juli 2024
Mengenal struktur organisasi Badan Gizi Nasional
- 20 Agustus 2024
Urutan lengkap ibadah haji, dari ihram sampai tawaf wada
- 18 September 2024
Profil Fly Jaya: Maskapai baru yang beroperasi di Indonesia 2025
- 22 Januari 2025
Sejarah dan pengertian Maulid Nabi dalam Islam
- 16 September 2024
Urutan dzikir dan doa setelah shalat witir
- 23 Juli 2024
10 Pahlawan Nasional bangsa Indonesia
- 6 November 2024
7 negara termiskin di dunia pada 2024
- 16 Agustus 2024