Menteri PANRB: FWA bukan kewajiban, melainkan opsional

Menteri PANRB: FWA bukan kewajiban, melainkan opsional

  • Senin, 30 Juni 2025 17:25 WIB
  • waktu baca 4 menit
Menteri PANRB: FWA bukan kewajiban, melainkan opsional
Arsip foto- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Rini Widyantini memberikan paparan saat mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.

Jakarta (ANTARA) – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini mengatakan kebijakan flexible working arrangement (FWA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) bukanlah kewajiban, melainkan bersifat opsional untuk diterapkan oleh instansi pemerintah.

“Fleksibilitas kerja ini bersifat opsional, jadi bukan kewajiban. Jadi penyusunan peraturan ini, jadi instansi pemerintah boleh menggunakan ini, tapi boleh juga tidak menggunakan fleksibilitas kerja,” kata Rini Widyantini dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Dia mengatakan bahwa kebijakan FWA dapat diterapkan apabila instansi tersebut telah melakukan pengaturan terkait fleksibilitas kerja menyangkut lokasi dan waktu kerja bagi ASN di lingkungannya.

“Pengaturan ini tentunya bukan proses pengaturan yang baru saja, tetapi ini sudah dilakukan melalui survei dan uji coba di beberapa instansi sehingga diharapkan dengan adanya pedoman ini fleksibilitas kerja secara terukur berbasis kinerja, dan tetap menjaga kualitas layanan publik,” ujarnya.

Dia pun menekankan bahwa kebijakan fleksibilitas kerja tersebut bukan berarti memberikan kelonggaran disiplin kepada pegawai ASN, melainkan harus ada empat prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam penerapannya.

Pertama, kata dia, fleksibilitas kerja bukanlah hak pegawai, melainkan diberikan berdasarkan pertimbangan objektif dan harus selaras dengan tujuan organisasi.

Adapun prinsip lainnya yang harus dipenuhi instansi dalam menerapkan kebijakan FWA, yaitu menyesuaikan kebutuhan instansi; menjaga tanggung jawab dan akuntabilitas; serta mengikuti etika dan peraturan.

“Penetapannya tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik tugas daripada masing-masing instansi, dan pelaksanaan tetap menjunjung tinggi akuntabilitas dan pemanfaatan sistem pemerintah berbasis elektronik dan berpedoman pada kode etik,” ucapnya.

Dia lantas menjelaskan bahwa ada dua hal fleksibilitas kerja yang dimaksud dalam kebijakan FWA, yakni fleksibilitas lokasi dan fleksibilitas waktu.

“Penerapannya tidak bisa diberikan kepada semua tugas atau pegawai saja tetapi harus memiliki kriteria yang tegas,” katanya.

Dalam paparan yang ditayangkan saat rapat, fleksibilitas kerja secara lokasi memungkinkan ASN menjalankan tugas dari kantor, rumah atau tempat tinggal, atau lokasi lain yang ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) atau pimpinan instansi.

“Hanya dapat dilakukan terhadap tugas-tugas kedinasan yang dapat dikerjakan di luar kantor tanpa memerlukan ruang dan peralatan khusus; dapat menggunakan teknologi informasi dan memiliki interaksi tatap muka yang sangat minimalis; dan tidak membutuhkan supervisi yang terus-menerus,” jelasnya.

Adapun fleksibilitas kerja secara waktu merupakan pengaturan waktu bekerja untuk mencapai target kinerja dan jumlah jam kerja sesuai peraturan, di mana fleksibilitas itu dapat berbentuk kerja sif dan waktu kerja yang lebih fleksibel (dinamis).

“Bagi fleksibilitas kerja sif, kriterianya yang memiliki jam kerja yang lebih dari 8 jam 30 menit dalam satu hari, atau bertugas kedinasan yang dengan memiliki kerja lebih dalam 5 hari,” paparnya.

Rini menambahkan bahwa fleksibilitas kerja bersifat dinamis dan tidak terikat dengan jam kantor, namun tetap memenuhi hari dan jam kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Kemudian pegawai yang diberikan fleksibilitas juga adalah pegawai yang tidak sedang menjalankan hukuman disiplin dan bukan pegawai baru. Selain itu, pimpinan PPK dapat menambahkan kriteria sesuai sifat tugas dan karakteristik,” ujarnya.

Dia menyebut bahwa tahapan penetapan, penerapan, pemantauan dan evaluasi kebijakan FWA yang menjadi wewenang pejabat PPK itu pelaksanaannya wajib dipantau setiap enam bulan sekali.

“Dan hasil evaluasinya akan dilakukan untuk perbaikan kebijakan selanjutnya,” ucap dia.

Sebelumnya (17/6), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) telah menerbitkan aturan terkait hal ini melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai Aparatur Sipil Negara Secara Fleksibel Pada Instansi Pemerintah.

Aturan ini membuka peluang bagi instansi pemerintah untuk mengadopsi model kerja yang lebih adaptif sehingga ASN bisa bebas bekerja dari mana saja (Work From Anywhere/WFA) sesuai kebutuhan.

Fleksibilitas kerja yang diatur mencakup kerja dari kantor, rumah, lokasi tertentu, serta pengaturan jam kerja dinamis sesuai kebutuhan organisasi dan karakteristik tugas.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Simpatisan desak keadilan bagi Nikita Mirzani di PN Jaksel

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Simpatisan desak keadilan bagi Nikita Mirzani di PN Jaksel Selasa, 1 Juli 2025 11:25 WIB waktu baca 2…

    Neymar: Saya akan terus bermain sepak bola selama tubuh masih mampu

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Neymar: Saya akan terus bermain sepak bola selama tubuh masih mampu Selasa, 1 Juli 2025 11:23 WIB waktu…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *