Tenaga Ahli Menteri ESDM: Infrastruktur LNG solusi penuhi gas domestik

Tenaga Ahli Menteri ESDM: Infrastruktur LNG solusi penuhi gas domestik

  • Kamis, 26 Juni 2025 14:22 WIB
  • waktu baca 3 menit
Tenaga Ahli Menteri ESDM: Infrastruktur LNG solusi penuhi gas domestik
Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Komersialisasi dan Transportasi Minyak dan Gas Bumi Satya Hangga Yudha Widya Putra (dua dari kiri) saat menjadi pembicara sesi diskusi utama pada ajang The 11th IndoGas 2025 International Indonesia Gas Conference di Jakarta, Rabu (25/6/2025). ANTARA/Dokumentasi pribadi

Indonesia memiliki kontrak LNG jangka panjang dengan negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, melalui proyek-proyek seperti Bontang dan BP Tangguh

Jakarta (ANTARA) – Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Komersialisasi dan Transportasi Minyak dan Gas Bumi Satya Hangga Yudha Widya Putra mengatakan ketersediaan infrastruktur LNG menjadi solusi untuk memenuhi permintaan gas bumi domestik yang terus meningkat.

Menurut dia, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, Indonesia terdiri atas banyak pulau, sehingga memiliki tantangan dalam mendistribusikan energi khususnya gas bumi ke pusat-pusat permintaan seperti Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, serta Sumatera.

Di sisi lain, Indonesia masih menjadi eksportir LNG, meskipun menghadapi tantangan karena permintaan LNG domestik yang terus meningkat terutama untuk tahun ini dan tahun depan.

Harapannya, kebutuhan LNG domestik diprioritaskan dan dapat dipenuhi.

“Indonesia memiliki kontrak LNG jangka panjang dengan negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, melalui proyek-proyek seperti Bontang dan BP Tangguh,” ujar Hangga saat menjadi pembicara sesi diskusi utama pada ajang The 11th IndoGas 2025 International Indonesia Gas Conference di Jakarta, Rabu (25/6/2025).

Forum tersebut menjadi wadah strategis bagi pemangku kepentingan sektor gas nasional dan internasional untuk memperkuat kerja sama serta mendorong transisi energi yang berkelanjutan.

Hangga melanjutkan LNG tidak dapat dikirim tanpa transportasi atau dengan menggunakan kapal.

Oleh karena itu, lanjutnya, infrastruktur pengiriman merupakan bagian penting dari rantai pasokan LNG.

Saat ini, Indonesia masih menggunakan kapal-kapal LNG lama dengan teknologi turbin uap yang menimbulkan tantangan masa depan, terutama karena negara-negara lain mulai mengadopsi teknologi kapal LNG yang lebih modern.

“Ke depannya, Indonesia perlu mengembangkan armada kapal LNG sendiri, dengan mempertimbangkan banyaknya pulau-pulau kecil dengan permintaan LNG yang relatif rendah, kebutuhan kapal LNG skala kecil, dan kewajiban menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk transportasi LNG dalam negeri (kapal asing tidak dapat digunakan),” ujarnya.

Menurut Hangga, salah satu solusi untuk memenuhi permintaan LNG yang terus meningkat adalah dengan mengembangkan lebih banyak proyek LNG beserta infrastruktur transportasi
dan terminal regasifikasinya, terutama untuk memenuhi permintaan domestik di Jawa dan Sumatera, yang merupakan pusat permintaan utama.

“Indonesia masih perlu dibangun infrastruktur, karena hal ini sejalan dengan seluruh rantai pasokan LNG,” jelasnya.

Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Komersialisasi dan Transportasi Minyak dan Gas Bumi Satya Hangga Yudha Widya Putra (kiri) menjadi pembicara sesi diskusi utama pada ajang The 11th IndoGas 2025 International Indonesia Gas Conference di Jakarta, Rabu (25/6/2025). ANTARA/Dokumentasi pribadi

Selain itu, lanjut Hangga, krisis Rusia-Ukraina telah menekankan pentingnya mengamankan pasokan LNG floating storage regasification unit (FSRU) yang dapat diandalkan.

Kekurangan pasokan gas melalui jaringan pipa dapat menjadi tantangan yang signifikan, sehingga FSRU dan kapal pengangkut LNG berperan penting dalam mendukung infrastruktur gas nasional.

“Salah satu solusi potensial adalah mengubah kapal pengangkut LNG yang ada menjadi FSRU yang butuh waktu 1,5-2 tahun,” jelasnya.

Hangga juga menegaskan situasi geopolitik global saat ini memiliki dampak langsung terhadap implementasi energi di Indonesia, termasuk peningkatan risiko bagi kapal-kapal yang beroperasi di wilayah konflik.

Sebagai akibat dari konflik tersebut, telah terjadi peningkatan premi risiko bagi kapal, gangguan sinyal GPS, dan lonjakan harga minyak dunia harian yang kini mencapai 78 dolar AS per barel.

Data saat ini menyebutkan apabila minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) mengalami kenaikan 1 dolar/barel, maka dapat menambah anggaran subsidi energi hingga Rp10,1 triliun.

“Adanya ketidakpastian geopolitik dan terbatasnya pasokan minyak dan gas bumi harus berfokus pada stabilitas pasokan energi dan infrastruktur maritim,” ujar Hangga.

Baca juga: PGN optimalkan peran sebagai agregator gas bumi nasional

Baca juga: Bahlil: Proyek gas di Papua Barat harus libatkan masyarakat lokal

Baca juga: Menteri Bahlil: RI segera miliki floating LNG terbesar ke-9 di dunia

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Komandan militer Iran wafat karena luka-luka akibat serangan Israel – ANTARA News

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Komentar Kirim Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE. Berita Terkait Video Italia diserang gelombang panas, peringatan kesehatan…

    Gerakan cegah nikah anak di bawah umur disuarakan di NTB

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Gerakan cegah nikah anak di bawah umur disuarakan di NTB Kamis, 26 Juni 2025 22:19 WIB waktu baca…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *