Gerakan cegah nikah anak di bawah umur disuarakan di NTB

Gerakan cegah nikah anak di bawah umur disuarakan di NTB

  • Kamis, 26 Juni 2025 22:19 WIB
  • waktu baca 4 menit
Gerakan cegah nikah anak di bawah umur disuarakan di NTB
Bincang Kamisan bertajuk “Kawin Belia dalam Budaya Sasak dan Akulturasi-nya” di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Kamis (26/6/2025). ANTARA/Nur Imansyah

ada pertentangan antara keyakinan agama dan keyakinan negara

Mataram (ANTARA) – Sejumlah tokoh mulai akademisi, aktivis perempuan dan tokoh masyarakat serta adat mengajak semua elemen untuk bersama-sama menyuarakan gerakan pencegahan pernikahan anak di bawah umur di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Aktivis perempuan NTB, Nurjannah mengakui bahwa kasus pernikahan anak di NTB pada tahun 2025 cukup tinggi. Totalnya, ada 149 kasus, dengan wilayah tertinggi ada di Kota Bima 81 kasus, Sumbawa 38 kasus, Dompu 19 kasus, dan Sumbawa 9 kasus.

“Justru kasus pernikahan anak di bawah umur tertinggi bukan lagi di Lombok, tapi di Kota Bima, sehingga saat ini sudah terjadi pergeseran kasus,” ujarnya dalam bincang Kamisan bertajuk “Kawin Belia dalam Budaya Sasak dan Akulturasi-nya” di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Kamis.

Ia menilai masalah pernikahan anak di bawah umur di NTB, sudah cukup kompleks, bahkan sudah kategori darurat. Salah satu penyebabnya, karena kehamilan yang tidak diinginkan pada anak, sehingga orang tua akhirnya menikahkan anaknya.

“Kenapa terjadi kehamilan karena tidak paham dengan kehamilan. Sebab, berbicara seksualitas di masyarakat kita adalah ruang tabu bagi perempuan. Karena tidak paham maka solusi yang diambil adalah solusi orang dewasa, yakni menikah,” kata Nurjannah.

Baca juga: Bamsoet minta pemerintah tidak beri izin menikah anak di bawah umur

Baca juga: Kemenag: Pernikahan bawah umur bertentangan dengan regulasi

Ketua Majelis Adat Sasak (MAS) Lalu Sajim Sastrawan tidak menampik bahwa pernikahan anak di bawah umur di NTB sudah dalam taraf darurat atau lampu merah. Meski pun secara kasus terjadi pergeseran yang sebelumnya banyak di Pulau Lombok kini banyak terjadi di Pulau Sumbawa.

“Dalam falsafah orang Sasak, ukuran dewasa itu dilihat dari aktivitas dan tanggungjawab. Maksudnya, apabila dia bisa memasak, bisa ke pasar, bisa bantu orang tua ke sawah dan nenun, sudah bisa dipersilahkan menikah,” ucapnya.

Namun, demikian jika berbicara di tataran Undang-Undang Perkawinan terjadi benturan, karena terkait hukum negara, di atur batasan usia perkawinan tersebut, untuk perempuan 19 tahun dan laki-laki 21 tahun baru boleh menikah.

Untuk itu, dirinya mendukung gagasan gerakan sosialisasi atau pun penyuluhan sebagai upaya edukasi dalam mencegah pernikahan anak di bawah umur, di mulai dari pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan komponen lainnya.

Sementara itu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Prof Galang Asmara menegaskan bahwa pernikahan anak di bawah umur dari kaca mata hukum negara adalah pelanggaran hukum karena UU tidak menghendaki.

“Namun, jika bicara hukum agama, tidak ada batasan usia, cukup masa baligh sudah boleh dinikahkan, sehingga ada pertentangan antara keyakinan agama dan keyakinan negara,” ujarnya.

Baca juga: Mengapa perkawinan anak di bawah umur merugikan? ini penjelasannya

Baca juga: Pemkab Blitar terima 108 permohonan nikah di bawah umur

Meski demikian, menurut Prof Galang, ada sejumlah faktor yang menyebabkan maraknya terjadinya pernikahan anak di bawah umur di tengah masyarakat. Beberapa di antaranya, faktor religi soal hukum agama dan hukum negara. Faktor sosiologis di mana kawin muda itu kebanggaan terutama di orang tua, karena kalau terlalu dewasa tidak laku.

Kemudian faktor ekonomi karena lapangan kerja sulit, faktor pergaulan terlalu bebas sehingga ini membuat orang ingin cepat (menikah), faktor teknologi juga membuat orang jadi terdorong karena melihat tontonan orang dewasa dan lain lain.

“Ada juga faktor tidak tahu hukum, kalau pun tahu hanya pada orang tertentu terutama di kota dan faktor mas kawin juga mempengaruhi orang khususnya remaja ingin cepat menikah,” ungkap Prof Galang.

Oleh karena itu, ketiga tokoh ini sepakat untuk menekan pernikahan anak di bawah umur di NTB dan harus ada tindakan nyata melalui sebuah gerakan masyarakat yang melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, aktivis, dan lainnya.

Selain itu, menurut dia, perlu adanya kurikulum yang menjelaskan reproduksi pernikahan anak di bawah umur tidak boleh.

“Kita harus bertindak ke depan. Jadi semua harus bergerak dan terlibat dalam gerakan ini bagaimana tidak memberikan izin kepada masyarakat untuk menikahkan anak di bawah umur,” katanya.

Baca juga: Tiap tujuh detik anak perempuan di bawah umur menikah di seluruh dunia

Baca juga: Hak yang terenggut akibat pernikahan anak

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Al Ain membalikkan keadaan untuk tekuk Wydad AC 2-1

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Piala Dunia Antarklub Al Ain membalikkan keadaan untuk tekuk Wydad AC 2-1 Jumat, 27 Juni 2025 05:11 WIB…

    Hantam Juventus 5-2, Manchester City puncaki Grup G

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Piala Dunia Antarklub Hantam Juventus 5-2, Manchester City puncaki Grup G Jumat, 27 Juni 2025 05:04 WIB waktu…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *