Membangun kesadaran untuk hentikan perkawinan anak di Lombok Timur

Artikel

Membangun kesadaran untuk hentikan perkawinan anak di Lombok Timur

  • Oleh Anita Permata Dewi
  • Selasa, 17 Juni 2025 06:20 WIB
  • waktu baca 5 menit
Membangun kesadaran untuk hentikan perkawinan anak di Lombok Timur
Para peserta memperhatikan dengan seksama penjelasan pemateri dalam Pelatihan Fasilitator Remaja dan Dewasa di Lombok Timur, NTB, Kamis (12/6/2025). (ANTARA/Anita Permata Dewi)

Lombok Timur (ANTARA) – Fenomena perkawinan anak masih banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia meskipun pemerintah telah mengatur batas umur minimal seseorang boleh menikah.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menetapkan batas usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun.

Oleh karena itu, butuh upaya khusus agar masyarakat, utamanya di daerah-daerah, dapat memahami tentang isu-isu seputar perlindungan perempuan dan anak, di antaranya melalui pembekalan fasilitator untuk dapat mendampingi anggota masyarakat.

Terkait dengan hal itu, Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) meluncurkan program Pelatihan Fasilitator Remaja dan Dewasa sebagai realisasi dari proyek Perempuan Indonesia Hidup Tanpa Kekerasan (PIHAK).

Tujuannya, untuk meningkatkan serta memastikan keberlanjutan akses dan ketersediaan layanan berkualitas bagi para penyintas kekerasan terhadap perempuan.

Lindayani merupakan salah seorang fasilitator komunitas dari Desa Lenek Duren, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, yang terpilih menjadi peserta Pelatihan Fasilitator Remaja dan Dewasa.

Lindayani telah menangani beberapa kasus perkawinan anak di desanya, yakni Desa Lenek Duren. Salah satunya adalah kasus perkawinan anak yang melibatkan seorang anak perempuan SMP kelas 3 dan anak laki-laki SMA kelas 2.

Hubungan keduanya berujung pada kehamilan tidak diinginkan. Kehamilan tersebut diduga digugurkan. Korban mengalami perdarahan dan dilarikan ke rumah sakit. Setelah pulih, orang tua korban meminta kekasih anaknya untuk menikahi anaknya.

Atas kejadian itu Lindayani melaporkan kasus ini ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Lindayani juga mengawal permohonan dispensasi nikah dan pembuatan perjanjian untuk menunda kehamilan hingga usia 19 tahun.

Namun pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lombok Timur menolak permohonan dispensasi nikah, sehingga akhirnya keluarga kedua belah pihak memutuskan menikahkan kedua anak mereka secara agama.

Foto bersama fasilitator komunitas Desa Lenek Bener Lalu Ahmad Yani (tengah), Kepala Desa Lenek Bener Juhi (keempat kanan), Tulu'ul Fajriani (kanan) selaku PIC Program PIHAK dari LPSDM saat media visit UNFPA dan Yayasan Siklus Sehat Indonesia (YSSI) di Kantor Desa Lenek Bener, Lombok Timur, NTB, Rabu (11/6/2025). (ANTARA/Anita Permata Dewi)

Lalu Ahmad Yani, fasilitator komunitas lainnya dari Desa Lenek Duren, menceritakan bahwa kebiasaan kawin cerai sudah terjadi sejak lama di Lombok. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan berbasis gender, diskriminasi terhadap perempuan kerap terjadi.

Keterlibatan perempuan juga terbatas dalam kegiatan-kegiatan di perdesaan. “Karena pemahaman masyarakat kami bahwa ruang lingkup perempuan adalah dapur, sumur, kasur. Jadi yang berhak menentukan pilihan itu laki-laki, karena kami diajarkan seperti itu,” kata Ahmad.

Bahkan jika keluar dari desa demi mencari pekerjaan, perempuan akan dicap sebagai perempuan tidak baik.

Sebagian masyarakat Lombok masih memegang teguh adat istiadat seperti merarik, melarikan perempuan, yang biasanya berakhir dengan menikahkan perempuan yang dilarikan tersebut.

“Budaya di sini, mereka malu kalau anaknya sudah diambil (dibawa pergi), dikembalikan lagi. Akhirnya dinikahkan,” kata Ahmad.

Desa Lenek Duren telah memiliki Peraturan Desa yang mengatur perlindungan perempuan dan anak.

Sebagai fasilitator, Ahmad akan terus menyosialisasikan kesetaraan dan perlindungan perempuan dan anak, termasuk mengadvokasi dampak dari perkawinan usia anak.

Hidup tanpa kekerasan

Yayasan Pulih dan Lembaga Pengembangan Sumber Daya Mitra (LPSDM) menjadi perpanjangan tangan UNFPA, melakukan intervensi melalui pelaksanaan program PIHAK (Perempuan Indonesia Hidup Tanpa Kekerasan) ke Desa Lenek Duren.

UNFPA mengimplementasikan proyek PIHAK di empat provinsi, yakni Kabupaten Brebes (Jawa Tengah), Kabupaten Garut (Jawa Barat), Kabupaten Lombok Timur (NTB), dan Kabupaten Serang (Banten).

Usai menjalani pelatihan fasilitator dan remaja, para fasilitator komunitas dan Kepala Desa Lenek Duren diharapkan menjadi lebih percaya diri dalam menangani kasus-kasus perkawinan anak di desanya.

Selain itu, warga desa juga berani melapor bila mengetahui ada perkawinan anak.

Pelatihan Fasilitator Remaja dan Dewasa di Lombok Timur, NTB, pada Selasa (10/6/2025) hingga Kamis (13/6/2025). (ANTARA/Anita Permata Dewi)

Peserta Pelatihan Fasilitator Remaja dan Dewasa ada 30 orang. Sebanyak 10 orang dari Desa Lenek Duren, 10 orang dari Desa Montong Betok, 10 lainnya dari kabupaten, yakni organisasi perangkat daerah, media, dan LSM.

Fasilitator yang mengikuti pelatihan lebih banyak didominasi perempuan dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 3 banding 2, dengan tujuan agar perempuan berwawasan dan cakap.

Di Lombok Timur, pelatihan ini sudah dilakukan tiga kali sejak 2024, dengan materi meliputi perspektif gender, teknik-teknik memfasilitasi kasus, hingga praktik mengatasi masalah terkait perlindungan perempuan dan anak.

Upaya pemda

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lombok Timur Ahmat menegaskan bahwa Pemerintah Lombok Timur serius untuk menangani masalah perkawinan usia anak.

Pada 2021, Bupati Lombok Timur menginstruksikan ke seluruh camat dan kepala desa untuk membuat Peraturan Desa tentang perkawinan anak. Selain Perdes, ada Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Perkawinan Anak.

Sementara di tingkat provinsi ada Perda Penundaan Usia Perkawinan.

Pemda intens melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah di Kabupaten Lombok Timur untuk meningkatkan pemahaman pelajar tentang dampak perkawinan usia anak.

“Kita sampaikan ke anak-anak supaya betul-betul mimpi itu bisa diraih melalui penundaan usia pernikahan,” kata Ahmat menjelaskan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lombok Timur Ahmat. (ANTARA/Anita Permata Dewi)

Pemkab Lombok Timur bahkan mewajibkan sekolah-sekolah untuk menyampaikan materi mengenai dampak perkawinan anak.

Materi tersebut diberikan oleh guru sesaat sebelum dimulainya mata pelajaran.

Ahmat menyampaikan bahwa data per Januari hingga Mei 2025, tercatat 27 kasus perkawinan anak di Lombok Timur.

Sementara pada 2024 ada sebanyak 38 kasus perkawinan anak atau turun dari 40 kasus perkawinan anak pada 2023.

Data-data tersebut merupakan data perkawinan anak yang tercatat. Namun, bak fenomena gunung es, kasus-kasus perkawinan anak secara siri atau tidak tercatat negara, diduga jauh lebih banyak dari itu.

Upaya menekan angka perkawinan anak di Lombok Timur masih membutuhkan waktu yang panjang. Diperlukan sinergi dan kepedulian pemerintah, LSM, swasta, hingga media.

Edukasi yang berkesinambungan, peningkatan pendidikan masyarakat sangat penting guna menyadarkan masyarakat pentingnya mencegah perkawinan usia anak.

Selain melanggar peraturan perundang-undangan, perkawinan anak juga melanggar hak-hak anak, termasuk hak atas pendidikan, kesehatan, kehidupan yang layak, dan perlindungan dari kekerasan.

Kesadaran ini diharapkan dapat dimiliki oleh seluruh masyarakat Lombok Timur agar Lombok Timur tidak lagi sebagai penyumbang angka dispensasi nikah yang tinggi secara nasional.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Dinas Perpustakaan Temanggung berburu naskah kuno untuk didokumentasi

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Dinas Perpustakaan Temanggung berburu naskah kuno untuk didokumentasi Selasa, 17 Juni 2025 17:23 WIB waktu baca 2 menit…

    KOI perkuat pendekatan konsultasi untuk jadi tuan rumah Olimpiade

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Olimpiade KOI perkuat pendekatan konsultasi untuk jadi tuan rumah Olimpiade Selasa, 17 Juni 2025 17:23 WIB waktu baca…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *