Tarif AS-China turun tajam, apa artinya untuk ekonomi dunia?

Telaah

Tarif AS-China turun tajam, apa artinya untuk ekonomi dunia?

  • Oleh M Razi Rahman
  • Selasa, 13 Mei 2025 05:50 WIB
  • waktu baca 6 menit
Tarif AS-China turun tajam, apa artinya untuk ekonomi dunia?
Ilustrasi – Perang dagang Amerika Serikat dan China. (ANTARA/Shutterstock/aa.) (ANTARA/Shutterstock/aa)

Jakarta (ANTARA) – Tat Kei, seorang pengusaha China yang memiliki pabrik di Shenzen, tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya dengan hasil kesepakatan antara AS dan China di Jenewa, Swiss, akhir pekan lalu, untuk melakukan “gencatan senjata” dalam hal tarif.

“Saya senang kewarasan telah kembali,” kata Tat Kei yang memiliki bisnis manufaktur peralatan perawatan pribadi yang diekspor ke AS, sebagaimana dikutip media BBC. “Kewarasan” yang dimaksud sang pebisnis itu adalah kesepakatan AS-China untuk mengurangi tarif dari masing-masing negara secara signifikan.

Dalam negosiasi yang dilakukan di negara yang kerap dijuluki sebagai Negeri Netral tersebut, delegasi AS dipimpin oleh Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer, sementara delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri He Lifeng.

Berdasarkan hasil perjanjian yang telah disepakati, maka AS akan menurunkan tarif impor produk China dari 145 persen menjadi 30 persen, sementara China akan mengurangi tarif barang AS dari 125 persen menjadi 10 persen. Kebijakan yang berarti pengurangan hingga sebesar 115 poin persentase itu rencananya bakal dilakukan selama jangka waktu 90 hari ke depan.

“Gencatan senjata” sementara ini menyusul negosiasi tingkat tinggi antara pejabat AS dan China di Jenewa, yang dilakukan setelah perang tarif antara kedua negara adidaya itu telah berakibat kepada gangguan rantai pasokan dan memicu ketidakstabilan ekonomi global.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam pengarahan kepada wartawan yang diulas berbagai media internasional menyatakan bahwa konsensus dari delegasi kedua negara adalah tidak ada pihak yang menginginkan decoupling atau pemisahan aktivitas perdagangan ekonomi antara AS-China.

Tarif tinggi = embargo

Bessent mengakui bahwa kebijakan tarif yang sangat tinggi adalah setara dengan embargo, serta tidak ada pihak yang menginginkannya.

Namun, Menkeu AS juga mengingatkan bahwa pihaknya menginginkan perdagangan yang lebih seimbang, yang diyakini akan dicapai melalui komitmen bersama.

Sementara itu, Kementerian Perdagangan China dalam pernyataannya menyatakan bahwa inisiatif pengurangan tarif ini sejalan dengan harapan produsen dan konsumen di kedua negara.

Selain itu, pernyataan Kemendag China tersebut juga menyatakan bahwa hasil dari kesepakatan antara kedua negara juga akan melayani tidak hanya kepentingan AS-China, tetapi juga kepentingan bersama dunia ekonomi global.

Pernyataan itu tentu melegakan, terlebih mengingat bahwa sebelum hasil perjanjian itu diumumkan, kedua belah pihak telah mengeluarkan retorika masing-masing.

Misalnya, Wakil Menteri Luar Negeri China Miao Miao Deyu dalam jumpa pers yang dikutip Global Times menyatakan bahwa AS menggunakan tarif sebagai “senjata untuk memberikan tekanan maksimum demi kepentingan sendiri, yang mencerminkan sikap unilateral, proteksionis, dan tindakan intimidasi ekonomi”.

Pendekatan tersebut dinilai China sudah mengorbankan kepentingan sah di negara-negara lain di seluruh dunia untuk memenuhi ambisi hegemoni AS.

Namun, dengan adanya hasil perundingan yang bersifat sementara itu, maka tampaknya akan meredakan rasa permusuhan perdagangan antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu.

Pasar saham positif

Tentu saja, berita tentang penurunan signifikan tarif antara AS-China itu ditanggapi pula secara positif oleh pasar keuangan internasional, di mana berbagai pasar saham global meningkat.

Langkah positif di sektor pasar finansial itu terjadi antara lain karena hasil perundingan itu dinilai sebagai sesuatu kejutan positif yang dapat meredakan kecemasan stagnasi ekonomi serta akan menjadi pijakan untuk normalisasi perdagangan yang lebih luas.

Normalisasi itu penting karena banyak pengusaha seperti Tat Kei, yang akibat kebijakan tarif Trump, membuat banyak pesanan pabriknya yang ditujukan ke AS dibatalkan karena kenaikan tarif gila-gilaan, bahkan dia juga masih berupaya memindahkan sebagian produksinya ke kawasan Asia Tenggara.

Alasan banyak produsen China yang memindahkan lini produksinya ke Asia Tenggara antara lain karena biaya tenaga kerja yang meningkat di China dibandingkan negara-negara ASEAN, dan penerapan strategi “China+1” (mempertahankan beberapa operasional di China sambil memindahkan sebagian rantai pasokan ke tempat lain).

Di lain pihak, pemerintah negara-negara di Asia Tenggara juga selama ini kerap mempromosikan peningkatan penanaman modal asing langsung via kebijakan keringanan pajak, zona ekonomi khusus, dan investasi infrastruktur untuk menarik para produsen.

Meski langkah pemindahan lini produksi itu dapat memengaruhi ekonomi ASEAN secara positif seperti penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi, pembangunan infrastruktur, hingga peningkatan ekspor, tetapi hal itu juga memicu tantangan seperti masalah lingkungan, ketimpangan pendapatan, hingga risiko ketergantungan pada modal negara lain.

Dengan adanya kesepakatan antara AS-China hasil dari negosiasi di Jenewa, media Asia Times berpendapat bahwa hasil perundingan itu menunjukkan tidak hanya langkah “kebisingan” sementara, tetapi akan berdampak kepada pergeseran posisi berbagai kebijakan ekonomi di negara-negara Asia, termasuk ASEAN.

Kurangi tekanan inflasi

Penurunan tarif yang lebih rendah dinilai akan mengurangi tekanan inflasi hasil barang impor sehingga membuat berbagai bank sentral di Asia akan memiliki lebih banyak ruang bernafas dalam mengeluarkan manuver kebijakan yang tepat guna untuk masing-masing negara.

Asia Times menyatakan bahwa pengurangan tarif akan membuat negara-negara seperti India, Filipina, dan Indonesia sekarang memiliki sedikit lebih banyak fleksibilitas untuk memprioritaskan penguatan kondisi domestik daripada pertahanan terhadap faktor risiko eksternal.

Apalagi, diakui atau tidak, perang tarif Trump selama beberapa bulan terakhir telah meningkatkan volatilitas ekonomi global, dan pasti akan berdampak kepada negara-negara Asia yang memiliki sistem produksi yang kompleks dan memiliki tingkat saling ketergantungan tinggi.

Misalnya saja, produsen cip di Taiwan, manufaktur elektronik di Korea Selatan, serta perusahaan mesin di Jepang, yang semuanya berada dalam rantai pasokan dengan banyak lapisan, sehingga penambahan tarif juga tidak hanya menambah biaya tetapi dapat melumpuhkan operasional dari setiap perusahaan tersebut.

Untuk itu, periode pengurangan tarif AS-China dalam jangka waktu 90 hari harus benar-benar dijadikan dasar pertimbangan yang mendalam guna membuat keputusan baru yang tepat antara lain dalam hal produksi hingga pengiriman produk yang telah dimanufaktur.

Hal tersebut penting untuk dipikirkan secara masak-masak karena hasil perundingan di Jenewa masih belum ada pemaparannya secara terperinci serta tidak ada mekanisme penegakan hasil perundingan secara memaksa.

Apalagi, meminjam istilah mantan Menlu RI Hassan Wirajuda dalam acara diskusi baru-baru ini, Donald Trump dapat disebut sebagai “presiden teflon” karena ucapannya yang biasa menghindari tanggung jawab serta kerap tidak bisa dipegang teguh.

Namun setidaknya, hasil perundingan akhir pekan lalu di Swiss, antara dua raksasa ekonomi dunia itu telah menyingkap masih adanya “kewarasan”, yang semoga tidak bersifat sementara, dalam hal mewujudkan terciptanya perdagangan tanpa hambatan yang diharapkan akan berjalan secara jauh lebih adil secara global ke depannya.

Apalagi, dengan lokasi perundingan di Jenewa, yang merupakan lokasi markas Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), juga mengirimkan sinyal simbolis untuk kembalinya perundingan perdagangan secara multilateral serta menjauh dari tindakan unilateralis berbasis ultranasionalisme ekonomi, serta adanya komitmen untuk menyelesaikan perselisihan melalui jalur perundingan, dan bukan dengan menerapkan tarif balasan.

Copyright © ANTARA 2025

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Trump dapat jet mewah dari Qatar, Demokrat: Bahaya bagi AS

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Trump dapat jet mewah dari Qatar, Demokrat: Bahaya bagi AS Selasa, 13 Mei 2025 12:43 WIB waktu baca…

    Disbudpar Batam yakin kunjungan wisman capai 1,7 juta orang pada 2025

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Disbudpar Batam yakin kunjungan wisman capai 1,7 juta orang pada 2025 Selasa, 13 Mei 2025 12:43 WIB waktu…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *