SETARA Institute minta TNI batalkan telegram pengamanan kejaksaan

SETARA Institute minta TNI batalkan telegram pengamanan kejaksaan

  • Senin, 12 Mei 2025 14:58 WIB
  • waktu baca 2 menit
SETARA Institute minta TNI batalkan telegram pengamanan kejaksaan
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi. ANTARA/Dokumentasi Pribadi

UU Peradilan Militer sudah tidak sesuai dengan spirit rakyat, supremasi sipil, dan supremasi hukum dalam tata kelola pemerintahan demokratis.

Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi meminta agar Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AD (KSAD) untuk menarik atau membatalkan surat telegram yang berisi tentang dukungan TNI untuk pengamanan kejaksaan.

Hendardi mengatakan bahwa surat telegram Panglima TNI dan KSAD tersebut bertentangan dengan konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, terutama Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI.

“Tidak ada kondisi objektif yang mengindikasikan bahwa pengamanan institusi sipil penegak hukum, Kejaksaan RI, memerlukan dukungan pengerahan personel dari satuan tempur dan satuan bantuan tempur TNI,” kata Hendardi di Jakarta, Senin.

Ia menilai dukungan pengamanan kejaksaan oleh TNI memunculkan pertanyaan tentang motif politik yang sesungguhnya sedang dimainkan oleh kejaksaan melalui sejumlah kolaborasi dengan TNI yang makin terbuka.

Kejaksaan, kata dia, harusnya memahami bahwa institusinya merupakan bagian dari sistem hukum pidana yang mestinya sepenuhnya institusi sipil.

Baca juga: Kapuspen TNI: Dukungan pengamanan untuk kejaksaan dilaksanakan terukur

Baca juga: TNI AD sebut tugas pengamanan kejaksaan termasuk kerja sama rutin

Tarik-menarik militer ke dalam keseluruhan elemen sistem hukum pidana, kata Hendardi, bakal bertentangan dengan supremasi sipil dan supremasi hukum.

Menurut dia, terbitnya surat telegram tersebut makin menegaskan bahwa militerisme mengalami penguatan dalam kelembagaan penegakan hukum, di antaranya didorong oleh kehendak politik kejaksaan sendiri.

Pada saat yang sama, Hendardi menilai hal itu sangat potensial melemahkan supremasi hukum. Padahal, berdasarkan hukum positif Indonesia, TNI hanya memiliki yurisdiksi penegakan hukum di lingkungan TNI saja dengan tata perundang-undangan peradilan militer yang mesti diperbarui.

Hendardi mendorong agar Panglima TNI memberikan perhatian khusus pada revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, alih-alih terlalu dalam pada penegakan hukum di ranah sipil dengan memberikan dukungan dan bantuan pada kejaksaan sebagai elemen sipil.

“UU tentang Peradilan Militer sudah tidak sesuai dengan spirit rakyat, supremasi sipil, dan supremasi hukum dalam tata kelola pemerintahan demokratis,” kata Hendardi.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    2.569 lampion terangi langit Borobudur, simbol harapan di Waisak 2025 – ANTARA News

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Komentar Kirim Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE. Berita Terkait Gibran: Waisak momentum perkuat kasih dan toleransi…

    Pemkab Pamekasan manfaatkan CSR untuk perbaikan jalan rusak

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Pemkab Pamekasan manfaatkan CSR untuk perbaikan jalan rusak Senin, 12 Mei 2025 23:00 WIB waktu baca 2 menit…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *