Mengukir sejarah baru perberasan

Telaah

Mengukir sejarah baru perberasan

  • Oleh Entang Sastraatmadja*)
  • Minggu, 11 Mei 2025 06:48 WIB
  • waktu baca 5 menit
Mengukir sejarah baru perberasan
Pekerja memindahkan karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Jumat (9/5/2025). Perum Bulog mencatat stok cadangan beras pemerintah (CBP) per awal Mei 2025 sebanyak 3,6 juta ton tertinggi sejak 57 tahun terakhir dan sepenuhnya berasal dari produksi dalam negeri tanpa adanya impor per awal Mei 2025. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/agr

Jakarta (ANTARA) – Sebuah lembaran sejarah baru sedang ditulis dalam dunia perberasan Indonesia. Dalam Sidang Kabinet terakhir, Presiden Prabowo Subianto memberi apresiasi secara terbuka kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono atas capaian luar biasa yang diraih Kementerian Pertanian.

Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mampu menumpuk cadangan beras hingga 3,5 juta ton dan diproyeksikan akan mencapai 4 juta ton dalam waktu dekat. Pujian itu bukan basa-basi.

Di tengah ketidakpastian global, keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa ketahanan pangan bukanlah sekadar wacana, melainkan target yang bisa dicapai dengan strategi yang tepat dan kepemimpinan yang solid.

Kementerian Pertanian tercatat telah menyerap 1,88 juta ton beras dari petani sepanjang musim panen tahun ini.

Jumlah ini bukan hanya mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mengamankan stok pangan nasional, tetapi juga menjadi sinyal kuat bagi keberdayaan petani yang kembali diberi ruang untuk berkontribusi secara signifikan dalam menjaga kedaulatan pangan.

Data yang dirilis oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkuat optimisme ini.

USDA memproyeksikan produksi beras Indonesia pada 2025 akan mencapai 34,6 juta ton, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan produksi beras tertinggi di kawasan ASEAN.

Di balik angka-angka itu, terdapat duet kepemimpinan Amran-Sudaryono yang bekerja dalam harmoni dan semangat tinggi.

Menteri Amran dikenal sebagai figur pekerja keras yang tak kenal waktu, sementara Wamen Sudaryono hadir sebagai tandem yang mampu mengimbangi ritme cepat sang menteri.

Kombinasi keduanya melahirkan energi baru dalam tubuh Kementerian Pertanian, membawa arah kebijakan menjadi lebih lincah, adaptif, dan berorientasi pada hasil.

Dalam dunia pemerintahan yang kerap diwarnai ego sektoral, kekompakan semacam ini menjadi aset langka yang patut diapresiasi.

Keberhasilan ini juga penting dilihat dari konteks sejarah instansi yang mereka pimpin. Tidak lama berselang, Kementerian Pertanian sempat terpuruk akibat kasus korupsi yang melibatkan sejumlah jajaran dan oknum pejabatnya.

Penegakan hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mengguncang institusi tersebut hingga kinerjanya menurun drastis. Dampaknya begitu nyata.

Pada tahun 2024, produksi beras nasional menurun signifikan, dan Indonesia harus kembali bergantung pada impor hingga lebih dari 4 juta ton. Kepercayaan publik pada Kementerian Pertanian pun nyaris lenyap.

Namun dalam tempo singkat, duet Amran dan Sudaryono berhasil membalikkan keadaan. Mereka tidak hanya menyusun ulang arah kebijakan, tetapi juga membangun kembali kepercayaan publik melalui tindakan konkret.

Fokus mereka pada peningkatan produksi dan penyerapan gabah petani menunjukkan keberpihakan yang jelas pada petani kecil.

Cadangan beras

Di saat yang sama, pendekatan ini turut memperkuat cadangan beras nasional. Penyerapan 1,88 juta ton gabah bukan hanya capaian angka, melainkan representasi dari keberhasilan membangun kembali ekosistem produksi pangan nasional yang sehat dan berdaya tahan.

Peran strategis Sudaryono sebagai Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog menambah nilai penting dari kinerja ini. Ia tak sekadar menjadi pengawas di atas kertas, tetapi turun langsung memastikan bahwa serapan gabah berlangsung maksimal dan berpihak pada petani.

Dengan volume penyerapan yang melebihi rata-rata lima tahun terakhir, hasil kerja keras tersebut tidak hanya menambah cadangan beras nasional, tetapi juga menstabilkan harga gabah di tingkat petani.

Kesejahteraan petani kembali menjadi perhatian utama setelah sekian lama terpinggirkan dalam praktik pembangunan.

Keberhasilan membangun cadangan hingga 3,5 juta ton, yang sebelumnya kerap hanya berada di bawah angka 1 juta ton, menjadi landasan kokoh bagi kebijakan penghentian impor beras yang mulai diberlakukan pada tahun 2025.

Ketika stok dalam negeri memadai dan kualitas beras bisa dijaga, maka impor bukan lagi solusi.

Justru, ketergantungan pada impor selama ini telah memukul semangat dan harga diri petani nasional. Kini, petani diberi ruang dan peluang untuk kembali tampil sebagai garda terdepan dalam menjaga kedaulatan pangan negeri.

Transformasi besar ini tentu tidak terjadi dalam ruang hampa. Ia adalah hasil dari kepemimpinan Presiden Prabowo yang menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional.

Kesadaran bahwa kedaulatan negara dimulai dari perut yang kenyang telah menuntun arah kebijakan ke jalur yang lebih berpihak pada petani, lahan produksi, dan teknologi pertanian yang efisien.

Apa yang dilakukan pemerintah saat ini bukan sekadar merespons krisis, tetapi membangun fondasi jangka panjang menuju swasembada pangan yang berkelanjutan.

Langkah-langkah yang ditempuh duet Amran dan Sudaryono bukan hanya soal manajemen pertanian, tetapi juga soal kepemimpinan yang memahami urgensi, bertindak cepat, dan mengakar pada kepentingan rakyat.

Di tengah tantangan perubahan iklim, gejolak harga komoditas global, dan tekanan geopolitik, capaian ini menunjukkan bahwa dengan kepemimpinan yang berani dan solid, Indonesia mampu berdiri tegak sebagai negara berdaulat dalam hal pangan.

Kini adalah saatnya menjaga momentum. Apa yang sudah dibangun tidak boleh berhenti di sini. Produksi yang tinggi harus dibarengi dengan distribusi yang efisien, tata niaga yang adil, dan insentif nyata bagi petani.

Pemerintah juga perlu terus memperkuat kelembagaan petani, memperluas akses terhadap teknologi, dan memastikan kebijakan harga yang melindungi dari gejolak pasar.

Jika semua itu dijalankan dengan konsisten, bukan mustahil Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia, bukan hanya untuk konsumsi sendiri tetapi juga untuk ekspor.

Sejarah baru perberasan Indonesia telah dimulai. Kini saatnya semua kalangan, dari petani hingga pejabat, dari akademisi hingga pelaku usaha, bersatu dalam satu tujuan yakni membangun kedaulatan pangan yang berakar pada tanah sendiri dan tumbuh dengan tangan anak bangsa. Bangsa ini sudah membuktikan bahwa jika bersama pasti bisa. Sekarang, mari lanjutkan.

*) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

Copyright © ANTARA 2025

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Larangan di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi – Infografik ANTARA News

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Komentar Kirim Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE. Berita Terkait Praktisi: Larangan gawai di SMA boarding school…

    Penyelesaian akhir jadi kendala Persebaya gagal raih poin penuh

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Liga 1 Indonesia Penyelesaian akhir jadi kendala Persebaya gagal raih poin penuh Senin, 12 Mei 2025 04:18 WIB…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *