Koalisi pemuda desak pengawasan serius untuk MBG

Koalisi pemuda desak pengawasan serius untuk MBG

  • Kamis, 8 Mei 2025 15:00 WIB
  • waktu baca 3 menit
Koalisi pemuda desak pengawasan serius untuk MBG
Guru-guru di SMP Negeri 1 Manokwari saat sedang menyediakan MBG untuk para siswa, Kamis (8/5/2025). ANTARA/Ali Nur Ichsan.

Alokasi anggaran MBG benar-benar diarahkan pada kelompok paling rentan yang berada dalam fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yakni ibu hamil dan balita

Jakarta (ANTARA) – Koalisi pemuda, Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) mengatakan, meski masih terlalu dini dalam menilai keberhasilan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara menyeluruh, pengawasan sejak dini sangat penting dilakukan agar adanya kontrol dalam implementasi program.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, Advocacy Officer IYCTC Nalsali Ginting menyebutkan, hal ini karena kasus keracunan MBG yang kembali terjadi baru-baru ini di sejumlah daerah, telah menimbulkan kekhawatiran publik mengenai standar keamanan pangan dalam program ini.

Baca juga: Bupati Sleman: Program MBG terbukti gerakkan ekonomi warga

Padahal, katanya, MBG adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mengatasi stunting dan malnutrisi.

“Tujuan dari program ini sangat baik, untuk membantu keluarga pra sejahtera setidaknya mendapatkan keringanan finansial, makanan yang bergizi untuk anak agar mendorong prestasi belajar di sekolah, dan berjalannya perputaran ekonomi pada skala UMKM,” ujar Nalsali.

Menurut Survey Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, saat ini prevalensi stunting di Indonesia mencapai angka 21,6 persen. Data ini menunjukkan 1 dari 5 anak Indonesia terkena stunting. Hal ini tentu menjadi permasalahan terutama menjadi faktor penghambat mencapai Indonesia Emas 2045.

Baca juga: Forum BUMDes se-DIY segera luncurkan 15 SPPG dukung Program MBG

Dia juga menyoroti pentingnya kandungan gizi dan menu makanan perlu disesuaikan dengan khas makanan dari daerah sasaran. Hal tersebut guna memudahkan adaptasi masyarakat dalam program ini, sehingga tidak menghilangkan konteks budaya terkhusus pada sektor makanan.

Nalsali juga menegaskan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada keterlibatan keluarga dan lingkungan rumah. Dia pun mendorong orang tua agar tidak hanya mengandalkan program ini, tetapi juga menjaga pola makan sehat di rumah, dan menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak, termasuk menjauhkan anak dari paparan asap rokok.

“Jangan sampai anak sehat di sekolah karena MBG, tapi sampai rumah malah terkepung dengan paparan asap rokok dari orang tua. Padahal kita tahu, paparan asap rokok itu juga berisiko terhadap tumbuh kembang anak. Belum lagi terbayang jika anak ingin belajar, orang tuanya merokok di rumah, pasti akan terganggu ketika belajar,” katanya.

Harapan lainnya, ujarnya, uang keluarga bisa dipergunakan untuk pemenuhan gizi keluarga dan kebutuhan keluarga yang menunjang pendidikan anak.

Baca juga: Menko Muhaimin ajak BUMDes terlibat bentuk SPPG, sukseskan Program MBG

Senada, Kepala Departemen Keilmuan dan Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ibnu Khaldun Bogor Nailah Alifah Auliyaa mengatakan, dasar hukum yang berguna sebagai panduan standar pelayanan program ini menjadi sangat penting untuk memastikan Program MBG berjalan terstruktur dan sesuai tujuan.

“Program ini wajib untuk adanya SOP agar mekanisme dapur produksi MBG bisa betul betul higienis, tetap berkualitas, terutama pengawasan pekerja dapur jangan sampai terpapar zat berbahaya, contoh terdekatnya adalah rokok. Residu asap rokok dapat menempel pada permukaan dan mengontaminasi makanan,” katanya.

Baca juga: DPR dukung penuh Program MBG capai “zero accident” lewat SOP jelas

Ia juga merujuk pada data yang menunjukkan terdapat lebih dari 1.000 kasus keracunan makanan pada program MBG, dengan Jawa Barat sebagai wilayah terbanyak. Dia pun mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan meningkatkan sistem keamanan pangan.

“Pemerintah perlu menyadari, bahwa untuk kasus mencegah, tentu wajib dan tidak boleh ditoleransi satupun kasus keracunan makanan, ini bukan hanya sekedar, persentase keberhasilan 99,99 persen, tetapi ini terkait dengan mencegah agar tidak ada individu yang bukannya sehat, malah menjadi sakit akibat kelalaian program MBG ini,” tuturnya.

Selain pengawasan, Nailah juga mendorong agar alokasi anggaran MBG benar-benar diarahkan pada kelompok paling rentan yang berada dalam fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yakni ibu hamil dan balita.

Menurutnya, penyesuaian konteks ini penting agar program tidak hanya bersifat seremonial atau simbolik semata, melainkan benar-benar menjawab kebutuhan yang ada di lapangan.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2025

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Lanal Dumai gagalkan pengiriman 17 calon PMI ilegal ke Malaysia

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Lanal Dumai gagalkan pengiriman 17 calon PMI ilegal ke Malaysia Kamis, 8 Mei 2025 22:01 WIB waktu baca…

    Kenapa air akuarium berbusa? Ini penyebab dan cara mengatasinya

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Kenapa air akuarium berbusa? Ini penyebab dan cara mengatasinya Kamis, 8 Mei 2025 22:00 WIB waktu baca 3…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *