InfoSAWIT, JAKARTA – Parlemen Uni Eropa pada 19 April 2022 resmi mengadopsi undang-undang baru untuk memerangi deforestasi global, yang dianggap sebagai salah satu penyebab utama perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati, meskipun ditentang keras oleh negara-negara berkembang dan pertanyaan besar tentang kompleksitas penegakannya.
Undang-undang bebas deforestasi akan diberlakukan untuk minyak kelapa sawit dan turunannya, ternak, kakao, kopi, kedelai, kayu, karet, arang dan produk kertas cetak, kebijakan ini akan berlaku untuk perusahaan besar dan menengah untuk 18 bulan kemudian, dan 24 bulan kemudian untuk usaha kecil dan mikro.
Meskipun tidak ada negara atau komoditas yang akan dilarang, perusahaan hanya akan diizinkan menjual produk ke Uni Eropa jika telah mengeluarkan apa yang disebut pernyataan “uji tuntas” merupakan alat konfirmasi bahwa produk tersebut tidak berasal dari hutan, serta penyebab degradasi hutan, termasuk menggunakan hutan primer yang tak tergantikan, setelah 31 Desember 2020. Perusahaan juga harus memverifikasi bahwa produk ini mematuhi undang-undang yang relevan dari negara produksi, termasuk hak asasi manusia, dan hak masyarakat adat yang terkena dampak.
BACA JUGA: 3 Strategi Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Papua
Komisi Eropa akan menggunakan sistem pembandingan yang ditetapkan secara sepihak untuk mengklasifikasikan negara, atau bagiannya, sebagai berisiko rendah, standar, atau tinggi melalui penilaian yang objektif dan transparan dalam waktu 18 bulan sejak peraturan ini mulai berlaku. Produk dari negara berisiko rendah akan tunduk pada prosedur uji tuntas yang disederhanakan.
Proporsi pemeriksaan dilakukan pada operator menurut tingkat risiko negara: 9 persen untuk negara berisiko tinggi, 3 persen untuk risiko standar, dan 1 persen untuk risiko rendah. Ini adalah kebijakan yang diskriminatif lantaran hukum yang akan diterapkan berbeda di setiap negara.
Tentu saja, setelah lebih dari dua dekade kampanye negatif yang agresif terhadap kelapa sawit oleh LSM hijau dengan dukungan dari produsen minyak nabati UE, Indonesia, produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, secara otomatis akan dianggap sebagai negara berisiko tinggi, sehingga tunduk pada uji tuntas yang ketat dan rumit dengan proses birokrasi yang memakan waktu dan mahal sebelum memasuki pasar UE.
BACA JUGA: Saatnya Memaksimalkan Keunggulan Minyak Sawit Indonesia
Namun yang lebih merugikan adalah undang-undang tersebut juga secara sepihak memberlakukan kewajiban penelusuran asal usul dengan menggunakan geolokasi tempat produk dibudidayakan. Otoritas UE yang kompeten akan memiliki akses ke informasi relevan yang diberikan oleh perusahaan, seperti koordinat geolokasi, dan melakukan pemeriksaan dengan bantuan alat pemantauan satelit dan analisis DNA untuk memeriksa dari mana asal produk.
The post Regulasi Deforestasi UE (EUDR) Diadopsi, Lantas Apa Selanjutnya? appeared first on InfoSAWIT.