InhuPost, JAKARTA – Sepanjang 2022 lalu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya mencatat, terdapat 137 orang di empat kabupaten di Kalimantan Tengah yang didakwa atas kasus pencurian sawit. Fakta demikian menunjukan masih rendahnya tingkat kesejahteraan warga di sekitar perusahaan perkebunan.
Dikatakan Direktur LBH Palangka Raya Aryo Nugroho Waluyo, iInvestasi perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah tidak seperti tujuannya yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut kata Aryo Nugroho, 137 orang tersebut merupakan terdakwa dari 57 perkara yang terdaftar dan disidangkan di pengadilan tingkat pertama.
Dimana 29 kasus berasal dari Kabupaten Kotawaringin Barat, kemudian, 15 dari Kotawaringin Timur, 9 dari Seruyan dan 3 dari Sukamara. Sampai saat ini beberapa kasus masih dalam proses persidangan, beberapa lagi telah divonis dan rata-rata dinyatakan terbukti bersalah. “Per 2018 terhitung, sekitar 1,3 juta hektar lahan di Kalteng merupakan areal izin pekebunan sawit,” catat Aryo seperti dlansir Borneo24.
BACA JUGA: Dianggap Melanggar Regulasi, PT STP Diwajibkan Penuhi 20% Lahan Sawit Plasma
Kata Aryo, berdasarkan sejumlah penelitian, kriminalitas seperti kasus pencurian tidak berdiri sendiri. Namun, ada persoalan sosial yang melatari itu, utamanya terkait tingkat kesejahteraan.
Rendahnya dampak positif kehadiran perusahaan sawit dapat dilihat dari kewajiban melaksanakan plasma. Perusahaan yang sudah melaksanakan kewajiban tersebut di Kalteng tidak lebih dari 20 persen dari seluruh izin yang ada.
Bahkan ironisnya menurut Aryo, ada perusahaan seperti PT Tapian Nadenggan Hanau Mill-KCP di Hanau Kabupaten Seruyan, yang sudah beroperasi lebih dari 20 tahun, dan tidak memiliki plasma. Perusahaan yang berdiri tahun 1990-an tersebut pada September 2022 lalu diduduki warga dari 53 desa yang tersebar di 8 Kecamatan yang menuntut realisasi plasma.
BACA JUGA: ITP2I Meminta KAN Cabut Sertifikat ISPO Asian Agri
LBH Palangka Raya juga menilai pemerintah tidak serius dalam perbuatan untuk menertibkan perusahaan-perusahaan nakal. Hal ini ditunjukan dengan belum ada perusahaan yang mendapat sangsi terkait plasma.
“Letak keruwetan plasma terjadi karena tidak tegas dan seriusnya pemerintah daerah untuk wewajibkan perusahaan memberikan plasma dari kebun inti kepada masyarakat, kuncinya disini,” kata Aryo.
Sementara melalui klarifikasi yang disampaikan ke Redaksi InhuPost, Rabu (18/1/2023), menyampaikan bahwa pihak perusahaan ini telah beroperasi sejak tahun 1990-an. Persyaratan bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk menyediakan plasma berlaku bagi perusahaan yang didirikan sejak tahun 2007 dan seterusnya.
“Kami juga turut khawatir atas apa yang diangkat dalam artikel tentang meningkatkatnya insiden pencurian dan akar dari aktivitas tersebut, yaitu peluang ekonomi yang tidak mencukupi,” ungkap manajemen PT Tapian Nadenggan, dalam klarifikasi yang diterima InhuPost.
Meskipun perusahaan tidak memiliki kewajiban hukum untuk memenuhi plasma mengingat usia perkebunan, tetapi perusahaan terus melakukan dialog dengan pemerintah daerah tentang bagaimana mendukung kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi. “Kami percaya bahwa menemukan solusi untuk situasi saat ini merupakan kepentingan kita bersama,” tandas pihak manajemen PT Tapian Nadenggan. (T2)
Dibaca : 5,338
Dapatkan update berita seputar harga TBS, CPO dan industri kelapa sawit setiap hari dari InhuPost.com. Mari bergabung di Grup Telegram “InhuPost – News Update”, caranya klik hyperlink InhuPost-News Update, kemudian join. Anda harus set up aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Bisa juga IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.