
Penanganan radang usus buntu yang direkomendasikan peneliti
- Kamis, 5 Desember 2024 06:50 WIB

Jakarta (ANTARA) – Bagi para orang tua dan penyedia layanan kesehatan yang sedang mempertimbangkan antara operasi dan antibiotik untuk mengobati radang usus buntu tanpa komplikasi pada anak-anak, sebuah penelitian terbaru menawarkan wawasan yang menarik.
Dilaporkan oleh Medical Daily pada Selasa (3/11), para peneliti menyarankan pengobatan dengan antibiotik sebagai alternatif yang aman dan hemat biaya dibandingkan dengan apendektomi laparoskopi untuk radang usus buntu tanpa komplikasi pada anak-anak.
Apendektomi adalah prosedur pembedahan yang biasanya direkomendasikan untuk pasien dengan radang usus buntu, yang menyebabkan peradangan dan infeksi pada usus buntu, yang menyebabkan nyeri perut yang parah, mual, dan muntah.
Meskipun merupakan salah satu operasi yang paling umum dilakukan di rumah sakit, prosedur ini juga merupakan salah satu prosedur yang paling mahal selama masa rawat inap.
Baca juga: Polusi Udara Bisa Sebabkan Radang Usus Buntu
Baca juga: Dokter: Tidak kunyah makanan dengan baik dapat sebabkan usus buntu
“Kami tahu bahwa penanganan radang usus buntu non-operatif aman dan efektif, jadi yang ingin diketahui oleh dokter bedah adalah apakah penanganan nonoperatif hemat biaya. Studi kami membantu menjawab pertanyaan itu. Analisis biaya ini menunjukkan bahwa penanganan non-operatif untuk radang usus buntu akut pediatrik tanpa komplikasi adalah strategi penanganan yang paling hemat biaya selama satu tahun, dibandingkan dengan operasi di awal,” kata rekan penulis studi Dr. Peter C. Minneci.
Para peneliti melakukan penelitian dengan melibatkan data dari 1.068 pasien yang dirawat karena radang usus buntu akut tanpa komplikasi di berbagai rumah sakit di Midwest, Amerika Serikat antara tahun 2015 dan 2018.
Dari total pasien, 370 memilih untuk dirawat dengan antibiotik saja dan 698 memilih untuk menjalani apendektomi laparoskopi yang mendesak. Perawatan dengan antibiotik melibatkan setidaknya 24 jam pemberian antibiotik intravena.
Saat menganalisis biaya kedua perawatan, peneliti mencatat perbedaan lebih dari 1.000 dolar Amerika, dengan biaya rata-rata apendektomi laparoskopi 9.791 dolar Amerika dan penanganan non-operatif 8.044 dolar Amerika.
Namun, tahun-tahun kehidupan yang disesuaikan dengan kualitas hampir sama, dengan skor yang sedikit lebih tinggi untuk penanganan non-operatif (0,895) dibandingkan dengan 0,884 untuk pembedahan.
Dikarenakan skor tahun-tahun kehidupan yang disesuaikan dengan kualitas yang lebih rendah mencerminkan kesehatan dan disfungsi yang memburuk, penelitian tersebut menunjukkan meskipun apendektomi laparoskopi lebih mahal, hal itu tidak secara signifikan meningkatkan hasil kesehatan pasien dibandingkan dengan penanganan nonoperatif.
“Penanganan non-operatif lebih murah dan lebih efektif dalam tiga analisis, termasuk analisis menggunakan hari-hari disabilitas dan metode alternatif untuk menghitung kualitas hidup dan biaya selama satu tahun,” kata para peneliti.
“Temuan penelitian kami menambahkan manfaat tambahan pada pendekatan antibiotik saja yang aman dan efektif untuk anak-anak karena strategi ini terbukti hemat biaya. Singkatnya, penanganan non-operatif adalah terapi awal yang aman dan hemat biaya serta alternatif yang wajar untuk pembedahan,” kata Dr. Minneci.
Baca juga: Gaya hidup sehat bantu kurangi risiko usus buntu
Baca juga: Praktisi: Usus buntu pada anak berisiko lebih tinggi dibanding dewasa
Penerjemah: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024
Komentar
Berita Terkait
Polusi Udara Bisa Sebabkan Radang Usus Buntu
- 6 Oktober 2009
Dokter tekankan pentingnya bijak mengonsumsi antibiotik
- 28 November 2024
Resistensi antibiotik berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat
- 28 November 2024
Pakar kesehatan ingatkan pentingnya cegah resistensi antibiotik
- 20 November 2024
Peneliti BRIN: Penentuan baku mutu mikroplastik butuh waktu lama
- 31 Oktober 2024
Kemenkes: Konsumsi antibiotik secara bijak guna cegah AMR
- 18 September 2024
Apoteker ingatkan konsumsi obat antibiotik harus sampai tuntas
- 29 Agustus 2024