
Pakar kesehatan ungkap penyebab sulitnya prevalensi merokok turun
- Selasa, 15 April 2025 00:04 WIB
- waktu baca 2 menit

Jakarta (ANTARA) – Pakar kesehatan Prof Tikki Pangestu menyebut ada tiga faktor utama yang dinilai menghambat penerapan pengurangan risiko tembakau sehingga berdampak dalam upaya menurunkan prevalensi merokok di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
“Kelompok pengendalian antitembakau yang sangat menentang pendekatan pengurangan risiko tembakau dan cenderung mengedepankan kebijakan yang berfokus pada larangan dan pembatasan, tanpa mempertimbangkan perlindungan kesehatan bagi perokok yang ingin beralih ke produk lebih rendah risiko,” kata Tikki Pangestu dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Kedua adalah posisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tikki mengatakan negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah cenderung mengikuti WHO yang memiliki sikap menolak terhadap pendekatan pengurangan risiko tembakau.
Dampaknya, negara-negara tersebut sering kali mengalami keterbatasan dalam menilai manfaat dari implementasi pendekatan pengurangan risiko tembakau melalui penggunaan produk-produk tembakau alternatif.
Faktor yang terakhir adalah misinformasi tentang produk tembakau alternatif yang menyebabkan pemerintah dan organisasi kesehatan menolak untuk lebih terbuka terhadap potensi produk tembakau alternatif.
Menurut dia, salah satu bentuk misinformasi yang paling umum adalah anggapan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang sama dengan rokok.
“Semua poin tersebut cukup sulit diatasi dan mencerminkan posisi yang hampir tidak dapat didamaikan. Kelompok pengendalian tembakau bertujuan menciptakan masyarakat bebas nikotin, bagi saya itu bersifat ideologis dan sangat tidak mungkin tercapai. Sementara itu, kami di komunitas pengurangan dampak buruk tembakau memiliki tujuan kesehatan masyarakat yang lebih pragmatis,” kata mantan Direktur Penelitian, Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini.
Tikki menambahkan, meskipun ada banyak bukti tentang potensi manfaat produk tembakau alternatif dalam mengurangi risiko kesehatan, masih banyak pihak yang mengabaikan hal tersebut.
Pihaknya mencontohkan WHO yang tidak pernah mempertimbangkan potensi ini dalam mengurangi prevalensi merokok.
“Produk tembakau alternatif ini tidak digunakan secara luas untuk mengatasi epidemi merokok yang sedang terjadi di berbagai belahan dunia. Hal itu benar-benar mempengaruhi saya sebagai seorang ilmuwan. Mengapa para pembuat kebijakan, WHO, mengabaikan begitu saja bukti yang saya yakini sangat kuat bahwa produk ini benar-benar dapat menyelamatkan nyawa,” kata Prof Tikki.
Baca juga: Bukan hanya nikotin, ini zat-zat beracun lain dalam rokok
Baca juga: GAPPRI: Perlu deregulasi aturan rokok wujudkan Indonesia Incorporated
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Komentar
Berita Terkait
Masindo: Beralih ke tembakau alternatif bisa kurangi biaya kesehatan
- 25 Februari 2025
Praktisi: Produk tembakau alternatif bantu transisi berhenti merokok
- 20 Februari 2025
Pakar ungkap dampak positif CKG bisa bikin masyarakat setop merokok
- 13 Februari 2025
Memilih pemimpin yang peduli kesehatan rakyat
- 24 November 2024
Rekomendasi lain
Syarat dan biaya masuk SMA Taruna Nusantara Magelang
- 24 Oktober 2024
Informasi lengkap tentang pembukaan CPNS Kemendikbud 2024
- 23 Agustus 2024
Khusnul Khotimah atau Husnul Khotimah, mana yang benar?
- 19 Agustus 2024
Syarat dan cara membuat kartu kuning pencari kerja
- 14 Oktober 2024
Daftar wahana dan harga tiket masuk Ragunan
- 29 Agustus 2024