Todung kecewa hakim tolak nota keberatan Hasto di kasus Harun Masiku

Todung kecewa hakim tolak nota keberatan Hasto di kasus Harun Masiku

  • Jumat, 11 April 2025 13:09 WIB
  • waktu baca 3 menit
Todung kecewa hakim tolak nota keberatan Hasto di kasus Harun Masiku
Arsip foto – Penasihat hukum Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis saat ditemui usai sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)

Jakarta (ANTARA) – Penasihat hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis mengaku kecewa atas putusan sela majelis hakim yang menolak nota keberatan atau eksepsi pihaknya terkait kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi tersangka Harun Masiku dan pemberian suap.

“Kami mengharapkan eksepsi kami diterima, karena kasus ini tidak ada dasarnya dan penuh nuansa politik. Politisasi kasus ini begitu luar biasa,” ujar Todung saat ditemui usai sidang putusan sela majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Todung menyoroti keanehan dalam proses hukum perkara Hasto, salah satunya dalam proses penyidikan, penetapan tersangka (P21), sampai pengadilan, yang dinilai berjalan sangat cepat dengan banyak kejanggalan.

Baca juga: Hasto hormati putusan hakim tolak keberatannya di kasus Harun Masiku

Ia pun mempertanyakan motif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana pimpinannya kala itu baru diangkat, sehingga dia menilai seharusnya terdapat kasus korupsi lain yang lebih penting untuk didahulukan.

Maka dari itu, dirinya menuturkan publik boleh berprasangka bahwa kasus tersebut merupakan upaya pencegahan agar Hasto tetap sebagai Sekjen PDI Perjuangan pada kongres mendatang.

Todung turut menilai terdapat ketidakseimbangan dalam proses pemeriksaan, yakni terkait pemanggilan saksi yang diajukan pihak Hasto, namun tak diacuhkan pihak KPK.

“Prinsip equality in arms dilanggar. Penuntut umum dapat waktu sangat longgar, termasuk memanggil saksi-saksi dari KPK,” ungkapnya.

Prinsip equality in arms atau kesamaan senjata dalam proses hukum, kata dia, memberikan keadilan pada kedua belah pihak, baik penuntut umum maupun kuasa hukum.

Menurutnya dalam kasus itu, penuntut umum memiliki waktu yang lebih banyak dibanding pihaknya, termasuk memanggil para saksi yang berasal dari KPK, sementara saksi dari pihak Hasto tidak dipanggil.

“Jadi hal-hal semacam ini tidak boleh terjadi kalau kita ingin mencari kebenaran materiel,” ucap Todung.

Baca juga: Hakim tolak keberatan Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun Masiku

Baca juga: Hakim persilakan Uskup Agung Jakarta kunjungi Hasto di tahanan

Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.

Hasto diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Rekomendasi lain

  • Related Posts

    Venue konser The TENSE harum semerbak, diberi parfum racikan Taeyeon

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Venue konser The TENSE harum semerbak, diberi parfum racikan Taeyeon Minggu, 13 April 2025 00:56 WIB waktu baca…

    Kejagung tetapkan Ketua PN Jaksel tersangka kasus suap Rp60 miliar

    English Terkini Terpopuler Top News Pilihan Editor Pemilu Otomotif Antara Foto Redaksi Kejagung tetapkan Ketua PN Jaksel tersangka kasus suap Rp60 miliar Minggu, 13 April 2025 00:52 WIB waktu baca…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *