
Tradisi “Katto Bokko” tak lekang zaman
- Oleh Suriani Mappong
- Selasa, 1 April 2025 04:55 WIB
- waktu baca 6 menit

Prosesi upacara adat “Katto Bokko” sebagai pertanda panen perdana dari pihak Kekaraengan Marusu dan diikuti masyarakat setempat penuh dengan filosofi menjaga keseimbangan alam.
Maros (ANTARA) – Sistem pertanian boleh berubah, dari manual ke mekanisasi, tetapi tradisi “Katto Bokko” saat panen raya Kekaraengan (Kerajaan adat) Marusu di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan tak lekang oleh zaman.
Saat menjelang panen, seperti biasa, selepas salat subuh warga dan keturunan Kekaraengan Marusu di Kampung Kassi Kebo, Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros berkumpul di rumah adat yang dikenal dengan nama “Balla Lompoa”.
Sebelumnya, pemuka adat dan pemerintah setempat berkumpul di rumah adat untuk persiapan upacara adat yang digelar sekali setahun setiap musim panen awal tahun.
Suara gendang dan gong menyeruak di pagi buta, pertanda persiapan menuju sawah adat segera dilakukan.
Para pemuda dan pemudi yang menggunakan pakaian adat berbaris di gerbang Balla Lompoa, diikuti oleh para tokoh adat yang dipimpin oleh Pemangku Adat Kerajaan Marusu, Abdul Waris Karaeng Sioja.
Suara gendang dan gong yang menghentak memicu langkah barisan pelaku adat semakin cepat menuju sawah adat seraya melintasi rumah warga.
Perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki itu sekitar satu kilometer dari rumah adat, dan sinar keemasan di ufuk timur menyambut kehadiran mereka di tengah sawah.
Bulir-bulir padi yang sudah siap dipanen, semakin menunjukkan keindahannya saat tertimpa warna keemasan dari ufuk timur.
Setelah pemangku adat berdoa sebagai awal penanda panen, Keluarga Kerajaan Marusu dan warga setempat berbaur memotong padi dengan menggunakan alat tradisional “anai-anai”.
Kendati membutuhkan waktu yang cukup lama dibanding menggunakan sabit ataupun sistem mekanisasi saat ini dengan mobil pemotong padi, tapi pihak keluarga kerajaan dan warga setempat tetap semangat dan bergotong-royong menyelesaikan sepetak sawah yang dipanen.
Jenis padi yang dipanen pun berbeda dengan padi pada umumnya yang ditanam warga. Padi tersebut adalah jenis “Banda” yang bibitnya sudah turun-temurun dari Kerajaan Marusu.
Sekitar pukul 10.00 WITA saat matahari sudah mulai terik, padi-padi yang dipanen itu kemudian diikat dalam dua kelompok besar dan selebihnya dalam kelompok ikatan kecil. Kemudian dua kelompok besar tersebut dihiasi dengan bunga yang ada di sekitar rumah warga.
Setelah itu padi tersebut diusung beramai-ramai ke rumah adat. Sebelum padi tersebut disimpan di loteng atau lumbung rumah adat, terlebih dahulu dilakukan upacara penyambutan dengan “A'ngaru” dengan syair atau seloka yang sarat petuah.
Menurut Karaeng Sioja yang merupakan anak dari Karaeng (Raja) Marusu ke-18 Tajuddin Karaeng Masiga ini, tradisi 'Katto Bokko” adalah wujud kesyukuran setelah panen dan ajang silaturahmi keluarga kerajaan dan warga.
Dia mengatakan, upacara ini juga merupakan wujud kebersamaan tanpa ada sekat antara pihak bangsawan dan masyarakat.
Panen raya dengan tradisi “Katto Bokko” ini, sekaligus menjadi ajang halal bihalal ketika bertepatan setelah hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.
Perlakuan pada sistem pertanian sawah adat yang masih menggunakan alat tradisional termasuk menggunakan bajak yang ditarik dengan dua ekor sapi adalah bentuk menjaga kearifan lokal yang ramah lingkungan. Pemupukannya pun masih menggunakan pupuk organik.
Masuk Kalender Wisata
Pelaksanaan “Kattu Bokko” yang dilaksanakan sekali dalam setahun umumnya digelar pada pekan terakhir bulan Maret atau April.
Pemerintah Kabupaten Maros juga memberikan dukungan khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang selalu hadir dan memberikan apresiasi.
Apalagi budaya panen raya seperti “Katto Bokko” ini menurut Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Maros Ferdiansyah merupakan potensi wisata yang menarik untuk dikunjungi dan menjadi kalender tetap pariwisata Maros.
Sementara itu, Bupati Maros HAS Chaidir Syam mengatakan, pihak Kerajaan Marusu, masyarakat dan Pemkab Maros dapat saling mendukung untuk pelestarian tradisi panen raya yang sarat dengan kearifan lokal.
Selain itu, dia mengapresiasi prinsip demokrasi yang masih dijunjung tinggi, karena selain melibatkan pemangku adat, juga pemerintah daerah setempat baik dalam penentuan hari pelaksanaan “Katto Bokko” maupun pada acara adat turun sawah atau yang dikenal dengan istilah “Appalili”.
Sementara itu dari sisi lingkungan, “Katto Bokko” menekankan keseimbangan alam misalnya dari pemilihan benih yang tahan hama dan banyak bulirnya seperti padi jenis “Banda” dengan bulir padi yang memiliki bulu-bulu di sisinya.
Karena itu, lanjut dia, wajarlah jika “Katto Bokko” tidak lekang oleh zaman, karena masih bisa beradaptasi tanpa meninggalkan ciri khasnya.
Apalagi tradisi ini juga mendapatkan pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang patut dilestarikan, sehingga generasi berikutnya masih bisa menyaksikan langsung, tanpa sekedar diceritakan saja.
Gotong Royong
Upaya melestarikan tradisi panen raya ini, telah dilakukan oleh keturunan Kekaraengan Marusu sebelum masa Kemerdekaan Indonesia hingga saat ini dengan mengandalkan swadaya Kekaraengan Marusu dan masyarakat setempat.
Dengan bekal nilai-nilai kebersamaan dan gotong-royong yang telah ditanamkan dari generasi ke generasi, menjadi benteng tersendiri untuk melestarikan tradisi “Katto Bokko” di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Prosesi upacara adat “Katto Bokko” sebagai pertanda panen perdana dari pihak Kekaraengan Marusu dan diikuti masyarakat setempat penuh dengan filosofi menjaga keseimbangan alam.
Mulai dari benih padi jenis 'banda' dengan ciri khas bulirnya berbulu adalah tanaman padi yang dikenal tahan hama dibandingkan jenis padi lainnya.
Jenis padi yang ditanam pada musim berjalan merupakan benih dari hasil panen tahun lalu dari sawah adat milik kerajaan. Begitu pula padi yang dikonsumsi keluarga kerajaan adalah hasil panen tahun lalu.
Hasil panen Katto Bokko ini setelah melalui prosesi adat, belum boleh dikonsumsi, tetapi akan disimpan di lumbung padi di atas loteng rumah adat Balla lompoa.
Barulah padi tersebut diturunkan dari loteng jika sudah ada penggantinya pada musim panen berikutnya yang sekali setahun prosesi adatnya.
Hasil panen sawah adat ini, selain untuk menghidupi keluarga kerajaan, juga diberikan pada masyarakat yang kurang mampu di sekitar Balla Lompoa sebagai wujud solidaritas sosial.
Tanaman padi di sawah adat ini pun hanya menggunakan pupuk organik dan proses bajak sawahnya tetap tradisional.
Khusus prosesi adat “Katto Bokko” yang digelar Kekaraengan Marusu yang dipimpin oleh Karaeng Sioja ini, diawali dengan penyambutan padi hasil panen raya dengan seloka-seloka suci oleh seorang lelaki kepercayaan raja untuk “A'ngaru” (berpuisi) penyambutan.
Selanjutnya, padi yang sudah diikat itu pun diarak naik ke ke rumah kerajaan, untuk mendapatkan prosesi berikutnya yakni didoakan oleh pinati dan Raja Marusu.
Sesekali tampak Karaeng Sioja mengibas-ngibaskan air pada dua indukan padi yang sudah diikat dengan dihiasi bunga-bunga dan daun-daun khas yang sudah diikat.
Setelah semua prosesi dilalui, maka hasil panen dari sawah adat itu disimpan di atas loteng rumah adat yang merupakan rumah panggung.
Untuk semua proses itu, Karaeng Sioja melibatkan generasi muda dengan membaurkan keturunan Kerajaan Marusu dengan warga setempat.
Hal tersebut sekaligus untuk mengajarkan secara tidak langsung kepada generasi muda keturunan kerajaan dan masyarakat setempat arti kebersamaan, berdemokrasi dan nilai-nilai budaya yang tidak boleh tergerus oleh zaman.
Baca juga: Dayak Paramasan gelar Aruh Ganal karena panen melimpah
Baca juga: Tradisi wiwitan di Bangunjiwo Bantul awali panen raya padi
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Komentar
Berita Terkait
Desa Arakan merawat dugong dengan kearifan lokal
- 21 Maret 2025
Wakil Ketua MPR: Pengembangan kearifan lokal butuh dukungan
- 28 Februari 2025
Rekomendasi lain
Cara daftar menjadi TKI/PMI secara resmi
- 21 Oktober 2024
Kode transfer & SWIFT Bank Mandiri beserta fungsinya
- 25 Juli 2024
Cara cek bansos pakai KTP, bisa online via ponsel
- 24 Juli 2024
Cara dan syarat bikin kartu kredit BCA
- 17 Juli 2024
Lirik lagu legendaris Radiohead – “Creep”
- 26 Agustus 2024
Syarat dan cara memperbarui Kartu Keluarga
- 19 Agustus 2024
Daftar barang dan jasa yang bebas PPN 12 persen
- 14 Desember 2024